BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Terlihat dengan
semakin menjamurnya sekolah-sekolah swasta yang dimulai dari Taman Kanak-Kanak
sampai perguruan tinggi. Kendala bagi dunia pendidikan untuk menghasilkan
lulusan yang berkualitas adalah masih banyaknya sekolah yang mempunyai pola
pikir tradisional di dalam menjalankan proses belajarnya yaitu sekolah hanya
menekankan pada kemampuan logika (matematika) dan bahasa. Kecerdasan bukan
hanya dilihat dari nilai yang diperoleh seseorang. Kecerdasan merupakan
kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk melihat suatu masalah, lalu
menyelesaikan masalah tersebut atau membuat sesuatu yang dapat berguna bagi
orang lain.
Pola pemikiran tradisional yang menekankan pada kemampuan logika (matematika) dan bahasa memang sudah mengakar dengan kuat pada diri setiap guru di dalam menjalankan proses belajar
Pola pemikiran tradisional yang menekankan pada kemampuan logika (matematika) dan bahasa memang sudah mengakar dengan kuat pada diri setiap guru di dalam menjalankan proses belajar
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah
Setiap Anak Itu Cerdas?
2. Apa
Saja Keanekaragaman Kecerdasan dan Indikator-indikatornya?
3. Apa
Strategi Mengajar dengan Multiple Intellegences?
4. Apa
Perbedaan MIR dan Tes IQ?
C. TUJUAN
Untuk Mengetahui Setiap Anak Itu Cerdas, Untuk
Mengetahui Keanekaragaman Kecerdasan dan Indikator-indikatornya, Untuk Mengetahui
Strategi Mengajar dengan Multiple Intellegences, Untuk Mengetahui Perbedaan MIR
dan Tes IQ
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN INTELLIGENCE (KECERDASAN)
Kecerdasan merupakan salah satu
anugerah besar dari Allah SWT kepada manusia dan menjadikannya sebagai salah
satu kelebihan manusia dibandingkan dengan makhluk lainnya. Dengan
kecerdasannya, manusia dapat terus menerus mempertahankan dan meningkatkan
kualitas hidupnya yang semakin kompleks, melalui proses berfikir dan belajar
secara terus menerus. Selain manusia, sesungguhnya hewan pun diberikan
kecerdasan namun dalam kapasitas yang sangat terbatas.
Oleh
karena itu untuk mempertahankan keberlangsungan hidupnya lebih banyak dilakukan
secara instingtif (naluriah). David Weschler memberikan rumusan tentang
kecerdasan sebagai suatu kapasitas umum dari individu untuk bertindak, berpikir
rasional dan berinteraksi dengan lingkungan secara efektif.
Menurut beberapa teori, kecerdasan
atau intelegensi terkait dengan cara individu berbuat, apakah berbuat dengan
cara yang cerdas atau kurang cerdas atau tidak cerdas sama sekali. Suatu
perbuatan cerdas ditandai oleh perbuatan yang cepat dan tepat. Cepat dan tepat
dalam memahami suatu masalah, menarik kesimpulan serta mengambil keputusan atau
tindakan. Para ahli memberikan pengertian yang berbada tentang kecerdasan. C.P.
Chaplin mengartikan kecerdasan sebagai kemampuan menghadapi dan menyesuaikan
diri terhadap situasi baru secara cepat dan efektif. Sementara itu, Anita E.
Woolfolk mengemukakan bahwa menurut teori lama, kecerdasan meliputi tiga
pengertian, yaitu :
1) kemampuan untuk belajar.
2) keseluruhan pengetahuan yang diperoleh; dan
3) kemampuan untuk beradaptasi dengan dengan situasi baru
atau lingkungan pada
umumnya.
Jika kita merujuk ke pendapat Howard
Gardner, dia memberikan definisi tentang kecerdasan sebagai berikut:
1. Kecakapan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam
kehidupan.
2. Kecakapan untuk mengembangkan masalah untuk dipecahkan.
3. Kecakapan untuk membuat sesuatu atau melakukan sesuatu
yang bermanfaat
di dalam kehidupan.
Gardner juga mendefinisikan bahwa
inteligensi itu merupakan kemampuan untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan
produk dalam suatu setting yang bermacam-macam dan dalam situasi yang nyata.
Berdasarkan pengertian dapat
dipahami bahwa inteligensi bukanlah kemampuan seseorang untuk menjawab
soal-soal tes IQ dalam ruang tertutup yang terlepas dari lingkungannya. Akan
tetapi, inteligensi memuat kemampuan seseorang untuk memecahkan persoalan yang
nyata dan dalam situasi yang bermacam-macam. Gardner menekankan pada kemampuan
memecahkan persoalan yang nyata, karena seseorang memiliki kemampuan
inteligensi yang tinggi bila ia dapat menyelesaikan persoalan hidup yang nyata,
bukan hanya dalam teori. Semakin seseorang terampil dan mampu menyelesaikan
persoalan kehidupan yang situasinya bermacam-macam dan kompleks, semakin tinggi
inteligensinya. Pemikiran Gardner tentang kecerdasan merupakan sebuah kritikan
pada pemikiran Alfred Bined tentang intelligence dan tes IQ. Gardner menolak
akan tentang adanya tes IQ yang fenomenal di Barat hanya terbatas pada menjawad
soal-soal dalam lembaran-lembaran saja, sebab menurutnya kecerdasan adalah
bagaimana keterampialan seseorang dalam memecahkan persoalan sehari-harinya
yang dilaksanakan secara terus menerus.
B.
PENGERTIAN MULTIPLE INTELLIGENCES
(KECERDASAN GANDA)
Multiple Intelligences adalah
istilah atau teori dalam kajian tentang ilmu kecerdasan yang memiliki arti
“kecerdasan ganda” atau “kecerdasan majemuk”. Teori ini ditemukan dan
dikembangkan oleh Howard Gardner, seorang psikolog perkembangan dan profesor
pendidikan dari Graduate School Of Education, Harvad University, Amerika
Serikat. Dia juga adalah penulis Frames of Mind: The Theory of Multiple
Intelligences (Basic Books, 1983/1993), Multiple Intelligences: The Theory in
PracticeIntelligence Reframed: Multiple Intelligences for the 21st Century
(Basic`Books, 1993), dan (Basic Books, 1993). Saat ini dia juga salah satu
direktur Project Zero di Harvard Graduate School of Education. Project Zero
adalah pusat penelitian dan pendidikan yang mengembangkan cara belajar,
berpikir, dan kreativitas dalam mempelajari suatu bidang bagi individu dan
institusi.
Di dalam teorinya Gardner
menjelaskan bahwa setiap orang memilki bermacam-macam kecerdasan, tetapi dengan
kadar pengembangan yang berbeda antara kecerdasan yang satu dengan kecerdasan
lainnya. Pengertian inteligensi Gardner ini berbeda dengan pengertian yang
dipahami sebelumnya. Sebelum Gardner, pengukuran IQ (Intelligence Question)
seseorang didasarkan pada tes IQ saja, yang hanya menonjolkan kecerdasan
matematis-logis dan linguistik. Sehingga kurang memperhatikan kecerdasan pada
bidang yang lain. Penemuan Gardner tentang inteligensi seseorang telah mengubah
konsep kecerdasan. Inteligensi seseorang dapat dikembangkan melalui pendidikan
dan jumlahnya banyak.
Secara jelasnya Gardner
mengungkapkan bahwa tidak ada anak bodoh atau pintar. Yang ada, anak yang
menonjol dalam salah satu atau beberapa jenis kecerdasan tersebut. Dengan demikian,
dalam menilai dan menstimulasi kecerdasan anak, orang tua dan guru selayaknya
dengan jeli dan cermat merancang sebuah metode khusus. Dalam menstimulasi
kecerdasan anak, dapat dikatakan, kecerdasan tertentu bisa jadi diasah agar
lebih terampil.
Esensi teori multiple intelligences
menurut Gardner adalah menghargai keunikan setiap orang, berbagai variasi cara
belajar, mewujudkan sejumlah model untuk menilai mereka, dan cara yang hampir
tak terbatas untuk mengaktualisasikan diri didunia ini dalam bidang tertentu
yang akhirnya diakui. Menurut hasil penelitiannya, Gardner menyatakan bahwa di
dalam diri setiap orang terdapat delapan jenis kecerdasan dintaranya seperti
kecerdasan logikamatematika, linguistik (berbahasa), visual-spasial, kinestetik
(gerak tubuh), musikal, interpersonal, intrapersonal, dan naturalis. Kedelapan
kecerdasan tersebut bisa saja dimiliki oleh setiap individu, hanya saja dalam
taraf berbeda. Selain itu, kecerdasan ini juga tidak berdiri sendiri, terkadang
bercampur dengan kecerdasan lain.
C. SETIAP ANAK ITU CERDAS
Ya!! Setiap
anak cerdas!! Setiap anak berbakat!! Tapi, apa sih yang bikin seseorang
tergolong anak berbakat? Paling kelihatan, ya, dari IQ-nya. Taruhan deh, kita
sering menilai seseorang pintar atau enggak dari IQ-nya, kan? Tapi, itu aturan
lama! Zaman sekarang penilaian itu enggak cukup cuma dari IQ. Menurut Prof Joe
Renzulli, psikolog pendidikan asal Amerika, seseorang dikatakan berbakat kalau
mempunyai nilai di atas standar pada tiga macam karakteristik, yaitu kemampuan
umum, komitmen tugas, dan kreativitas. Dr. Howard Gardner, seorang psikolog
dari Universitas Harvard, AS, mengemukakan teorinya bahwa kecerdasan tidak
terpatri di tingkat tertentu dan terbatas saat seseorang lahir. Teori multiple
intelligences yang diusungnya membantah pandangan sebelumnya tentang
kecerdasan yang hanya melihat kecerdasan dari segi linguistik dan logika
semata. Multiple Intelligences adalah teori yang mengedepankan pendapat bahwa
kecerdasan yang berdasarkan pada tes IQ, yang merupakan pandangan tradisional,
amatlah terbatas. Gardner, yang juga psikolog ini, mengemukakan definisi
kecerdasan yang berbeda untuk mengukur cakupan yang lebih luas potensi manusia,
Contohnya, Mozart adalah pemusik
jenius, seorang komposer sekaligus symphonies yang menjadi salah satu
contoh pemilik kecerdasan musikal. Sedangkan, Einstein adalah salah satu
ilmuwan dunia yang memiliki kecerdasan logika dan matematika. Apakah Einstein
lebih cerdas dibanding Mozart ? Jika ditilik dari teori multiple
intelligences, Einstein dan Mozart sama-sama cerdas tapi berbeda bidang.
Maka, menurutnya, setiap orang berkesempatan mengembangkan kecerdasannya di
berbagai bidang. Gardner menemukan delapan kecerdasan, yaitu cerdas bahasa,
cerdas logika/matematika, cerdas visual-spasial, cerdas musik, cerdas gerak,
cerdas alam, cerdas sosial (interpersonal), dan cerdas diri (intrapersonal).
Setiap orang berpotensi memilikinya, namun perkembangannya berbeda-beda. Selain
itu, kecerdasan ini jug tidak berdiri sendiri, terkadang tercampur dengan
kecerdasan lain. Misalnya saja, bila kelak si kecil menjadi seorang dokter ahli
bedah, ia membutuhkan kecerdasan visual-spasial yang menonjol untuk menggunakan
pisau bedahnya, juga kecerdasan gerak tubuh untuk kelenturan tangannya ketika
menggunakan pisau.
Untuk dapat
mengetahui bakat dan kecerdasan diri, maka ada banyak cara yang dapat
dilakukan. Salah satunya dengan mengikuti tes analisa sidik jari atau yang
sering dikenal sebagai Fingerprint Test. Tes ini berlandaskan pada
teori dermatogyphics yang telah diteliti sejak ratusan tahun yang
lalu. Penelitian dimulai oleh Govard Bidloo pada tahun 1865, J.C.A Mayer
(1788), John E Purkinje (1823), Noel Jaquin (1958). Beryl Hutchinson tahun 1967
menulis buku berjudul ‘Your Life in Your Hands’, sebuah buku tentang
analisis tangan. Terakhir, berdasarkan hasil penelitian Baverly C Jaegers
(1974), tersimpulkan bahwa sidik jari dapat mencerminkan karakteristik dan
aspek psikologis seseorang, hasil penelitian mereka telah di buktikan dibidang
Antropologi dan Kesehatan. Yang sering menjadi pertanyaan adalah kenapa sidik
jari? Telah lama kita pahami bahwa sidik jari setiap orang pasti berbeda,
itulah sebabnya sidik jari selalu digunakan untuk mengidentifikasi seseorang.
Sidik jari pun tidak pernah berubah sejak kita lahir hingga kita wafat kelak,
karena ternyata pembentukan sidik jari ditentukan oleh DNA, bersamaan dengan
pembentukan otak. Proses pembentukannya dimulai saat janin berusia 13 minggu,
dan sempurna pada minggu ke 24. Karena itulah, sangat wajar bila ternyata bukti
ilmiah menyebutkan adanya korelasi lahiriah antara sidik jari dengan bakat dan
gaya belajar seseorang. Manfaat tes ini sangatlah luas, terutama dalam
mengetahui bakat lahiriah dan gaya belajar seseorang.
Untuk dapat mengetahui bakat,
potensi dan gaya belajar kita melalui Fingerprint Test, prosesnya
cukup sederhana. Pertama, ke-sepuluh sidik jari tangan kita akan di-scan
dan disimpan gambarnya. Selanjutnya, telapak tangan kita akan diberi tiga titik
dan diukur besar sudutnya. Proses tersebut memakan waktu + 5-10 menit,
selanjutnya hasil scan dan pengukuran sudut tersebut akan dibawa ke
laboratorium dan dianalisa. Dua minggu kemudian, anda sudah bisa mengetahui
hasil analisanya dalam bentuk buku laporan analisa.
Keunggulannya, tes ini tidak
membutuhkan waktu lama. Peserta pun tidak harus mengerjakan berpuluh-puluh
pertanyaan yang terkadang jawabannya memancing subjektifitas peserta.
Namun, ada juga kelemahannya. Tes ini hanya mengukur bakat, gaya belajar, dan
karakter seseorang berdasarkan data genetisnya. Sehingga, kapanpun anda
melakukan tes ini, maka hasilnya pun akan tetap sama.
Hasil analisis Fingerprint
Test memang tidak dapat memberitahu masa depan seseorang, tetapi dapat
membantu anda mengenal kekuatan dan kekurangan diri. Tapi janganlah cepat-cepat
mengambil kesimpulan bahwa si kecil, misalnya cocok menjadi atlet, akuntan atau
ahli biologi tanpa memberikan kesempatan padanya untuk mengeksplorasi dunia,
bekerja dengan keterampilan sendiri dan mengembangkan kemampuannya sendiri.
Karena bagaimanapun juga, kecerdasan anak tidak hanya bersumber dari pemenuhan
nutrisi yang seimbang, tetapi juga disertai pemberian stimulasi pada anak. Anak
yang cerewet, kritis, dan senang bercerita, apabila mendapat arahan yang tepat
akan memiliki kepintaran verbal linguistik, yaitu anak yang mampu berinteraksi
dan meyakinkan orang di sekitarnya. Kesimpulannya, seseorang tumbuh dengan
perkembangan otak lebih baik jika difasilitasi beragam pengalaman.
D.
KEANEKARAGAMAN KECERDASAN DAN
INDIKATOR-INDIKATORNYA
1. Kecerdasan Linguistik (
Linguistic Intelligence)
Kecerdasan linguistik adalah
kemampuan untuk menggunakan kata-kata secara efektif, baik secara lisan maupun
tulisan. Kecerdasan ini mencakup kepekaan terhadap arti kata, urutan kata,
suara, ritme dan intonasi dari kata yang di ucapkan. Termasuk kemampuan untuk
mengerti kekuatan kata dalam mengubah kondisi pikiran dan menyampaikan
informasi. Kecerdasan ini berkaitan juga dengan penggunaan dan pengembangan
bahasa secara umum seperti yang dimiliki para pencipta lagu, para penulis,
editor, jurnalis, penyair, orator, penceramah maupun pelawak. Contoh orang yang
memiliki kecerdasan linguistik ini adalah; Sukarno, Martin Luther, J.K.
Rowling, Melly Goeslow dan sebagainya.
Orang yang berinteligensi linguistik
tinggi akan berbahasa lancar, baik dan lengkap. Ia mudah mengembangkan
pengetahuan dan kemampuan berbahasa, mudah belajar beberapa bahasa, mudah
mengerti urutan arti kata-kata dalam belajar bahasa. Mereka juga mudah untuk
menjelaskan, mengajarkan, menceritakan pemikirannya kepada orang lain. Mereka
lancar berdebat, mudah ingat dan bahkan dapat menghafal beberapa surat di dalam
Al-Qur’an dengan waktu singkat.
2. Kecerdasan Logika-Matematika.
(Logical-Mathematical Intelligence)
Kecerdasan logika dan matematika adalah
kemampuan seseorang dalam memecahkan masalah. Ia mampu memikirkan dan menyusun
solusi (jalan keluar) dengan urutan yang logis (masuk akal). Ia suka angka,
urutan, logika dan keteraturan. Ia mengerti pola hubungan, ia mampu melakukan
proses berpikir deduktif dan induktif. Proses berpikir deduktif artinya cara
berpikir dari hal-hal yang besar kepada hal-hal yang kecil. Proses berpikir
induktif artinya cara berpikir dari hal-hal yang kecil kepada hal-hal yang
besar. Ini adalah jenis keterampilan yang sangat dikembangkan pada diri
insinyur, ilmuwan, ekonom, akuntan, detektif, dan para anggota profesi hukum.
Orang yang mempunyai inteligensi
matematis-logis sangat mudah membuat klasifikasi dan kategorisasi dalam
pemikiran serta cara mereka bekerja dan suka pada menepukan pola atau memcahkan
rumus. Dalam menghadapi banyak persoalan, dia akan mencoba mengelompokkannya
sehingga mudah dilihat mana yang pokok dan yang tidak, mana yang berkaitan
antara yang satu dengan yang lain, serta mana juga yang merupakan persoalan
lepas. Maka, dia tidak mudah bingung. Mereka juga dengan mudah membuat
abstraksi dan suatu persoalan yang luas dan bermacam-macam.
3. Kecerdasan Visual-Spasial (Spatial-Visual intelligence)
Kecerdasan visual dan spasial adalah
kemampuan untuk melihat dan mengamati dunia visual dan spasial secara akurat
(cermat). Visual artinya gambar, spasial yaitu hal-hal yang berkenaan dengan
ruang atau tempat. Kecerdasan ini melibatkan kesadaran akan warna, garis,
bentuk, ruang, ukuran dan juga hubungan di antara elemen-elemen tersebut.
Kecerdasan ini juga melibatkan kemampuan untuk melihat obyek dari berbagai
sudut pandang.
Kecerdasan visual-spasial ini
memungkinkan orang membayangkanbentuk-bentuk geometri atau tiga dimensi dengan
lebih mudah. Ini karena ia mampu mengamati dunia spasial secara akurat dan
mentransformasi presepsi ini. Termasuk didalamnya adalah kapasitas untuk
menvisualisasikan, menghadirkan visual dengan grafik atau ide spasial, dan
untuk mengarahkan diri sendiri dalam ruang secara cepat. Visual-spasial bisa
diartikan juga sebagai sebuah model yang melihat secara deskriptif bagaimana
seorang individu menggunakan kecerdasan mereka untuk memecahkan masalah dan
menghasilkan bentuk. Profesi yang biasa dihasilkan adalah pelukis, fotografer,
desainer, pemahat, dll
4. Kecerdasan Gerak-Tubuh (Bodily-Kinesthetic Intelligence)
Kecerdasan gerak tubuh atau ialah
kemampuan dalam menggunakan tubuh kita secara terampil untuk mengungkapkan ide,
pemikiran dan perasaan. Kecerdasan ini juga meliputi keterampilan fisik dalam
bidang koordinasi, keseimbangan, daya tahan, kekuatan, kelenturan dan
kecepatan. Kemampuan seperti ini biasanya dimiliki oleh para atlet, aktor,
pemahat, ahli bedah atau seniman tari. Kecerdasan gerakan tubuh yang sering
juga disebut body smart ini, memang penemuan Gardner yang paling controversial,
karena beberapa orang berpendapat control terhadap fisik bukanlah bentuk dari
kecerdasan. Namun, Gardner dan peneliti-peneliti lain dalam bidang multiple
intelligences mempertahankan pendapatnya. Individu dengan kecerdasan gerakan
tubuh, secara alami memilliki tubuh yang atletis dan memiliki keterampilan
fisik. Ia juga memiliki kemampuan dan merasakan bagaimana seharusnya tubuh
bergerak.
Orang yang mimiliki kecerdasan gerak
tubuh dapat dengan mudah mengungkapkan diri dengan gerak tubuh mereka. Apa yang
mereka pikirkan dan rasakan dengan mudah diekspresikan dengan gerak tubuh,
dengan tarian dan ekspresi tubuh. Mereka juga dengan mudah dapt memainkan
mimik, drama, dan peran. Mereka dengan lihai melakukan gerakan tubuh dalam
olahraga dengan segala macam variasinya.
5. Kecerdasan Musikal (Musical Intelligence)
Kecerdasan musik adalah kemampuan
untuk menikmati, mengamati, membedakan, mengarang, membentuk dan
mengekspresikan bentuk-bentuk musik. Kecerdasan ini meliputi kepekaan terhadap
ritme, melodi dan timbre dari musik yang didengar. Musik mempunyai pengaruh
yang sangat besar terhadap perkembangan kemampuan matematika dan ilmu sains
dalam diri seseorang. Bagi mereka yang memiliki kecerdasan ini dengan mudah belajar
dan bermain musik secara baik. Yang menonjol adalah mereka dapat mengungkapkan
perasaan dan pemikirannya dalam bentuk musik. Mereka dengan mudah mempelajari
sesuatu bila dikaitkan dengan musik atau dalam lagu. Kecerdasan jenis ini
adalah bakat yang dimiliki oleh para musisi, komposer, perekayasa rekaman.
6. Kecerdasan Interpersonal (Interpersonal Intelligence)
Kecerdasan interpersonal ialah
kemampuan untuk mengerti dan menjadi peka terhadap perasaan, intensi, motivasi,
watak, temperamen, serta gerakan tubuh orang lain. Kepekaan akan ekspresi
wajah, suara, isyarat dari orang lain juga termasuk dalam kecerdasan ini.
Secara umum kecerdasan interpersonal berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk
menjalin relasi dan komunikasi dengan berbagai orang. Kecerdasan ini juga mampu
untuk masuk ke dalam diri orang lain, mengerti dunia orang lain, mengerti
pandangan, sikap orang lain dan umumnya dapat memimpin kelompok. Kecerdasan
jenis ini biasanya dimiliki oleh para pemimpin, para guru, fasilitator,
motivator, polisi, pemuka agama, dan penggerak massa.
Orang yang memiliki kecerdasan
interpersonal tinggi biasanya sangat mudah bekerja sama dengan orang lain,
mudah berkomunikasi dengan orang lain. Hubungan dengan orang lain bagi mereka
yang memiliki kecerdasan sungguh serasa sangat menyenangkan. Mereka dengan
mudah mengenali dan membedakan perasaan serta apa yang dialami teman dan orang
lain. Kebanyakan mereka peka terhadap teman, terhadap penderitaan orang lain,
dan mudah berempati yakni mampu memahami dan merasakan perasaan orang lain saat
berinteraksi dengan orang tersebut. Banyak diantaranya suka memberi masukan
kepada teman, saudara atau orang lainnya hal ini bertujuan agar mereka maju.
Maka, tidak jarang sekali dia berperan sebagai komunikator, sebagai fasilitator
dalam pertemuan atau dalam perbincangan masalah penting. Dan mereka juga dengan
mudah menjadi penggerak massa karena kemampuannya mendekati massa itu.
7. Kecerdasan Intrapersonal (Intrapersonal Intelligence)
Kecerdasan intrapersonal atau cerdas
diri adalah kemampuan yang berhubungan dengan kesadaran dan pengetahuan tentang
diri sendiri serta kemampuan untuk bertindak secara adaptatif berdasar
pengenalan diri itu, dapat memahami kekuatan dan kelemahan diri sendiri, mampu
memotivasi dirinya sendiri dan melakukan disiplin diri. Orang yang memilki
kecerdasan ini sangat menghargai nilai, etika dan moral, serta memiliki
kesadaran tinggi akan gagasan-gagasannya. Ia sadar akan tujuannya hidupnya
sehingga tidak ragu-ragu untuk mengambil keputusan pribadi. Kecerdasan seperti
ini biasanya dimiliki oleh para filosof, penyuluh agama, pembimbing, serta
kadang kala pemimpin juga memiliki kecerdasan ini.
Orang yang memiliki Kecerdasan ini
biasanya mudah berkonsentrasi dengan baik karena dapat mengatur perasaan dan emosinya
sehingga kelihatan sangat tenang. Pengenalan akan dirinya sungguh sangat
mendalam dan seimbang, kesadaran spiritualitasnya juga sangat tinggi. Orang
tipe ini kebanyakan refleksif dan suka bekerja sendirian. Bahkan, kadang kala
mereka suka menyepi sendiri di tempat terasing.
8. Kecerdasan Naturalis ( Naturalist Intelligence)
Kecerdasan naturalis adalah
kemampuan untuk mengenali, membedakan, mengungkapkan dan membuat kategori
terhadap apa yang di jumpai di alam maupun lingkungan. Intinya adalah kemampuan
manusia untuk mengenali tanaman, hewan dan bagian lain dari alam semesta,
melakukan pemilahan-pemilahan runtut dalam dunia kealaman, dan menggunakan
kemampuan ini secara produktif- misalnya berburu, bertani, atau melakukan
penelitian biologi.
Kecerdasan seperti ini biasanya
dimiliki oleh para pecinta alam, para petani,pendaki gunung, pemburu. Ide
Gardner tentang kecerdasan naturalis baru muncul pada tahun 1995 dan
dipublikasikan tahun 1997. Sampai sekarang teori tentang kecerdasan ini masih
terus dalam proses penyempurnaan. Seseorang yang memiliki kecerdasan naturalis
tinggi biasanya dapat dilihat dari kemampuannya mengenal, mengklafikasi, dan
menggolongkan tanaman-tanaman, binatang serta alam yang ada disekitarnya.
Dari penjelasan tentang macam-macam
kecerdasan menurut Gardner ini maka dapat dikatakan bahwa kecerdasa 1 dan 2
banyakberhubungan dengan penilaian disekolah, No 3,4, dan 5 lebih cenderung
pada seni, no 6 dan 7 merupakan kecerdasan personal sedangkan no 8 lebih pada
kecerdasan eksistensial atau moral. Dalam pengklasifikasian kecerdasan ini
Gardner membuka kesempatan menambahkan kemungkinan kecerdasan yang lain. Menurut Gardner kecerdasan terebut tidak
berjalan sendiri-sendiri melainkan berjalan beriringan, maka tidak heran jika
ditemukan seseorang yang memiliki kecerdasan lebih dari satu jenis.
E.
MULTIPLE INTELLIGENCES DALAM
PENDIDIKAN
Pembahasan Multiple intelligences
meupakan padan psikologis yang kemudian ditarik kedalam dunia pendidikan.
Penarikan ini dimungkinkan sebab dunia pendidikan tidak dapat menghindari
bahasan psikologis terutama prikologi perkembangan yang terkait pada penilaian
kemampuan seseorang secara psikologis. Pendidikan merupakan sarana yang
memfasilitasi seseorang untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya.
Setelah memperhatikan pemikiran
Gardner tentang Multple Intelligences-nya, kita menyadari bahwa setiapa anak
tidak ada yang bodoh atau dapat dikatakan setiap anak itu cerdas namun bentuk
penginterpretasikannya yang berbada. Menurut Gardner, dalam diri seseorang
terdapat delapan kecerdasan tersebut. Peran pendidikan dalam hal ini adalah
mengembangkan potensi yang dimiliki oleh setiap anak melalui pengasahan
dan pengajaran.
Pelaksanaannya dalam pendidikan
melingkupi 3 hal yakni : input, proses, dan output. Dalam input sekolah dengan memberi kesempatan
sebesar-besarnya pada peserta didik untuk dapat mengeyam pendidikan dalam
rangga mengembangkan dirinya. Sehingga batasan siswa yang masuk kesekolah bukan
berdasarkan tes tulis yang disediakan sekolah untuk mengukur sebarapa pintar
siswa yang akan bersekolah disekolah tersebut, tetapi dilihat dari berapa siswa
yang mampu ditampung oleh sekolah tersebut. Pendidikan berbasis Multiple
Intelligences ini lebih menekankan pada The Best Proses bukan the best input.
Pelaksanaan pendidikan yang
menekankan pada the best proses sangat dipengaruhi oleh elemen yang ada dalam
proses itu, dalam hal ini yang terbasar perannya adalah guru atau pendidik.
Guru dalam hal ini dituntut untuk lebih kretif dan inovatif dalam mengajar. Sehingga
guru mampu membuka pintu-pintu kecerdasan yang dimiliki oleh siswa dan melalui
pintu tersebutlah materi tersampaikan dengan baik. Guna mengetahui kecerdasan
apa yang dimilikioleh seorang siswa maka digunakan alat tes yang disebut dengan
MIR (Multiple intelligences research). Selain menggunakan MIR sebagai alay tes
untuk mengetahi kecerdasan siswa dapat pula guru mengenali kecerdasan anak
melalui kenakannnya dikelas sebagai nama yang disebutkan oleh Thomas Amstrong.
Melalui hasil MIR guru merancang sekenario pembelajarannya, melaksanakannya, serta mengevaluasinya. Dalam
perencanaan proses pembelajaran menyesuaikan dengan kecerdasan yang dimiliki
siswa atau dapat dikatakan guru menyesuaikan gaya mengajarnya dengan gaja
belajar siswanya, disinilah kreatifitas guru diuji. Ada banyak metode yang dapat digunakan guru
dalam mengajar dalam pendidikan berbasis multiple intellegences ini misalnya
mind mapping, Brainstorming, Diskusi, tanya jawab, presentasi, studi kasus,
role play, karya wisata, pengamatan, sosiodrama, eksperiment, dll. Tentu saja
penggunaan merode-metode tersebut harus menyesuaikan kondisi siswa. Penggunaan
variasi metode dalam pembalajaran diharapkan mampu memotivasi siswa untuk terus
dalam belajar, mengatasi kesulitannya dalam belajar serta memberikan pengalaman
bagi diri siswa.
Dalam output lebih pada pemberian
assesment (penilaian) yang menekankan pada sekuruh aspek dalam kognitif ,
afektif dan psikomotoriknya, yang dilakukan secara berkesinambungan dalam
proses pembalajaran.
Pendidikan berbasis Multiple
Intelligences ini telah banyak digunakan di belahan dunia misalnya:
·
The Ross School, East Hampton new
York
·
Key Learning Community,
Irldianapolis, Indiana
·
New City School, St. Louis, Missouri
·
The Gardenr School, Vancouver
·
The Cook Primary School, Canberra,
Australia
Di Indonesia juga mulai diterapkan
muali tahun 2003 berikut beberapa sekolah yang menggunakan pendidikan berbasis
Multiple intelligences
·
TK, SD, SMP YIMI Gresik
·
TK, SD Mutiara ilmu Bangil
·
SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo
·
SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo
·
TK, SD, SMP, MA YIMA Bondowoso
·
TK, SD Al-Kausar Malang
·
SD Lentera Insan, Jakarta, dll
Ada
delapan jenis kecerdasan yang dimiliki oleh manusia yang terumus dalam konsep
kecerdasan majemuk ala Gardner.
1. Kecerdasan
Logika atau Matematika (MATH-SMART)
Kecerdasan
ini berkaitan dengan logika,abstraksi,penalaran,angka, dan pemikiran kritis.
Anak yang mmiliki kecerdasan ini akan memiliki kemampuan analisin yang cukup
kuat dan peta berfikir secara terstruktur, namun cara berpikirnya cenderung
kaku. Untuk mengasahnya,peserta didik (anak) bisa diajak bermain
sempoa,catur,puzzle, dan komputer.
2. Kecerdasan
Bahasa (WORD-SMART)
Anak
yang memiliki kecerdasan ini akan mampu mengelola kata-katanya. Sebagian dari
mereka mampu mengomunikasikan secara lisan apa yang ia alami atau yang
dipelajari. Sebagian lainnya mahir menulis. Beri kesempatan anak untuk
berbincang ,bacakan cerita,menyanyikan lagu anak,mengajak berbicara,dan
bercerita.
3. Kecerdasan
Visual Spansial (PICTURE-SMART)
Anak
mudah memngingat gambar yang ditangkap secara visual serta memiliki imajinasi
yang kuat. Pada umumnya peserta didik (anak) gemar menggambar, yang semakin
hari semakin baik. Agar daya visualnya semakin terasah,anak mesti dibisakan
belajar mengamati gambar,foto,video serta membuat prakarya dengan merangkai
lego atau membuat origami.
4. Kecerdasan
Musik (MUSIC-SMART)
Area
kecerdasan ini terkait dengan sensivitas untuk mencerap,menghargai,dan
menciptakan suara,irama,nada,dan musik. Anak yang memiliki kecerdasan tinggi
dalam musik biasanyatampak berkemampuan untuk menyanyi,memainkan instrumen
musik ataupun menciptakan musik. Mainkan alat musik ,ajak peserta didik (anak) bernyanyi
bersama dalam berbagai ritme dan jenis.
5. Kecerdasan
Fisik (BODY-SMART)
Kemampuan
untuk mengendalikan gerakan,keseimbangan,koordinasi, dan ketangkasan
bagian-bagian tubuh. Selain itu, anak-anak yang menonjolkan kecerdasan fisiknya
cenderung cekatan,indra perabanya sangat peka,dan tidak bisa tinggal diam.
Olahraga akan menjadi sesi yang paling ditunggu peserta didik (anak) dengan
kecerdasan fisik yang baik. Saat tersebut maksimalkan dengan latihan
senam,menari,dan olahraga permainan.
6. Kecerdasan Naturalis ( NATURE-SMART)
Kecerdasan ini terlihat dari kecintaan anak terhadap
alam dan lingkungan. Pembelajaran yang baik untuknya bisa dengan menanam benih
hingga dipelihara saat menjadi tanaman,peliharaan binatang, berkebun, serta
pengamatan langsung pada alam semesta.
7. Kecerdasan Intrapersonal (SELF-SMART)
Anak yang memiliki kecerdasan ini mampu
mengendalikan dirinya sendiri. Ia banyak berdialog dengan nilai-nilai yang ia
terima, perasaan, dan dirinya sendiri. Kemampuannya kian terasah saat ia diajak
bermain peran, motivasi, serta sharing tentang cita-cita serta pandangan hidup.
8. Kecerdasan Interpersonal (PEOPLE-SMART)
Kemampuan berinteraksi dengan orang lain adalah unggulan dari
kecerdasan ini. Pada umumnya, anak akan mengenali mood, perasaan, temperamen,
dan motivasi serta kemampuan bekerja sama sebagai bagian dari kelompok. Selain
itu, ia mudah beradaptasi dengan kelompok atau situasi baru. Untuk mengasah
kecerdasan ini, anak bisa belajar berbaur dengan anak yang lebih tua, lebih
muda, dari sebagai suku, bangsa, budaya, dan agama.
Berikut
ini adalah kriteria potensi peserta didik (anak) yang bisa dijadikan panduan
bagi guru atau pendidik dan orangtua dalam melihat bakat yang dapat
dikembangkan.
POTENSI PESERTA DIDIK (ANAK)
|
|
(1)
WORD SMART
|
|
1. Senang membaca serta menikmati waktu selama di toko
buku atau perpustakaan.
|
|
2. Gemar berekspresi dengan menulis huruf dan angka.
|
|
3. Suka mendengar secara lisan.
|
|
4. Pandai bercerita dan gemar berbicara dengan nada
yang berbeda-beda
|
|
5. Mudah memahami berbagai kosakata
|
|
6. Suka memelesetkan kata-kata lucu atau aneh
|
|
7. Mudah mengingat kata-kata aneh dan menemukan
keanehan bahasa dalam tulisan atau kata-kata orang lain.
|
|
8. Suka menghibur orang lain dan dirinya sendiri dengan
serangkaian kalimat.
|
|
(2) PICTURE SMART
|
|
1.
Tidak
mengalami kesulitan dalam membaca peta.
|
|
2.
Lebih
tertarik pada gambar atau foto daripada tulisan.
|
|
3.
Peka
terhadap warna dan gambar serta tata letak.
|
|
4.
Suka
menggambar, memfoto atau merekam objek tertentu dari berbagai sudut.
|
|
5.
Mampu
membayangkan sebuah benda dilihat dari sisi lainnya
|
|
6.
Saat
menjelaskan sesuatu sering dengan bantuan coretan gambarnya.
|
|
7.
Suka
menyederhanakan sesuatu menjadi gambar.
|
|
8.
Imajinasi
atau suka membayangkan sesuatu yang unik di pikirannya.
|
|
(3) MATH SMART
|
|
1.
Unggul
dalam matematika dan fisika, serta mudah menghafal angka.
|
|
2.
Suka
bertanya “kenapa” terhadap segala sesuatu.
|
|
3.
Rasa
ingin tahu tinggi serta gemar menganalisis sesuatu.
|
|
4.
Suka
berargumentasi karena menurutnya semua hal ada penyebabnya.
|
|
5.
Tertarik
pada teknologi dan berbagai penemuan baru.
|
|
6.
Suka
bercerita detektif serta film fiksi ilmiah
|
|
7.
Bertindak
secara teratur dan berurutan.
|
|
8.
Senang bereksperimen
atau survey terhadap sebuah objek.
|
|
(4) BODY SMART
|
|
1.
Ketika
berbicara, banyak anggota tubuh yang bergerak.
|
|
2.
Suka
berolahraga atau suka menari
|
|
3.
Bisa
meniru perilaku atau gerak-gerik orang lain.
|
|
4.
Suka
kegiatan luar rumah dan tidak betah duduk diam dalam waktu yang lama
|
|
5.
Menyukai
kegiatan yang membutuhkan keterampilan tangan.
|
|
6.
Kurang
suka membaca dan kurang tertarik apabila hanya mendengarkan.
|
|
7.
Memiliki
kekuatan fisik dan stamina yang lebih tinggi dibandingkan dengan teman
sebayanya
|
|
8.
Suka
mencoba kegiatan yang menantang keberanian dan berbahaya.
|
|
(5) MUSIC SMART
|
|
1.
Tertarik
pada sesuatu yang menghasilkan bunyi-bunyian.
|
|
2.
Apabila
mendengar music, ada anggota tubuh yang mengikuti irama.
|
|
3.
Antusias
untuk memainkan satu atau lebih jenis alat music.
|
|
4.
Mudah
menghafal nada lagu yang brau didengar.
|
|
5.
Suka
bekerja sambil bernyanyi atau bersanandung.
|
|
6.
Mudah
mengenali berbagai jenis irama music.
|
|
7.
Suka
bersenandung, bersiul, atau menyanyi dengan baik.
|
|
8.
Sering
mengikuti perkembangan music terkini.
|
|
(6) PEOPLE SMART
|
|
1.
Mudah
bergaul dan suka bertemu dengan teman-teman baru
|
|
2.
Suka
bermain dalam kelompok.
|
|
3.
Tampak
menonjol dan kadang-kadang memimpin teman-temannya
|
|
4.
Senang
menolong orang dan teman-teman.
|
|
5.
Tidak
betah berada di rumahatau di sebuah tempat sendirian.
|
|
6.
Dalam
menghadapi masalah ia cenderung meminta pendapat orang dan banyak berbicara.
|
|
7.
Suka
memotivasi teman-teman.
|
|
(7) SELF SMART
|
|
1.
Suka
beraktivitas sendirian dan masa bodoh.
|
|
2.
Menyakini
keputusannya sendiri meskipun teman-temannya banyak yang melawan
|
|
3.
Mengerti
kemampuan dan kekurangannya.
|
|
4.
Lebih
sering memikirkan masa depan dan rencana yang akan dilakukan.
|
|
5.
Tidak
berlarut dalam mengalami kekecewaan.
|
|
6.
Sudah
dianggap bijaksana untuk anak seusianya.
|
|
7.
Suka
membaca dan mendengarkan kisah-kisah yang memotivasi.
|
|
8.
Bisa
mengambil pelajaran dari peristiwa yang terjadi
|
|
(8) NATURE SMART
|
|
1.
Tertarik
dan senang berinteraksi dengan tumbuhan atau hewan.
|
|
2.
Suka foto
dan merekam flora dan fauna.
|
|
3.
Antusias
meneonton acara televise tentang flora dan fauna.
|
|
4.
Suka
mengamati dan menikmati alam terbuka.
|
|
5.
Menikmati
liburan di taman safari
|
|
6.
Peduli
terhadap lingkungan hidup.
|
|
7.
Senang
memasak dan berkebun.
|
|
8.
Mudah
mengingat detail sebuah lokasi di alam terbuka.
|
|
F.
STRATEGI BELAJAR MENGAJAR DENGAN MULTIPLE
INTELLEGENCES
Strategi pembelajaran menurut Kemp
(1995) adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa
agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Dick dan
carey (1985) menyebutnya suatu set materi dan prosedur pembelajaran yang
dipergunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar pada siswa.
Sedangkan Gerlach dan Ely (1978) menyebutnya sebagai suatu pendekatan guru
terhadap penggunaan informasi, mulai dari pemilihan sumber belajar sampai
kepada menetapkan peranan siswa dalam pembelajaran.
Dari beberapa pengertian di atas
dapat disimpulkan, bahwa strategi pembelajaran adalah suatu pendekatan dalam
mengorganisasikan komponen-komponen pembelajaran yang dibutuhkan untuk mencapai
tujuan pembelajaran (hasil belajar).
Dalam pembelajaran di sekolah,
strategi pembelajaran pada umumnya dirancang oleh guru sesuai dengan kebutuhan
mata pelajaran yang dikelolanya. Sesungguhnya pendekatan ini sudah baik, bila
dilakukan secara benar dan konsisten. Namun ada kalanya guru terjebak hanya
pada upaya menghabiskan materi pelajaran semata, dan mereka lupa pada
kompetensi atau tujuan yang sebenarnya. Menurut Conny Semiawan (2002), strategi
pembelajaran yang hanya berupaya menghabiskan materi pelajaran kurang
memberikan makna bagi siswa. Oleh karena itu pendekatan yang sudah saat ini
perlu dikembangkan lebih lanjut, agar peristiwa pembelajaran mampu memberikan
makna bagi siswa yang belajar. Hal ini dapat dilakukan dengan efektif, bila
saja SDM (dalam hal ini guru, dosen, atau pengajar) mampu mengaitkan setiap
materi yang diajarkan dengan kehidupan siswa sehari-hari. Piaeget (1977), dalam
teori ekuilibrasinya sesungguhnya sudah menganjurkan agar dalam proses
pembelajaran seharusnya ada pengalaman logis yang diberikan kepada siswa,
sehingga siswa merasakan kegunaan materi yang dipelajarinya dan mendorong
terjadinya perubahan yang terus menerus dalam belajar. Sedangkan menurut Gordon
Dryden dan Jeanette Vos (2000), dalam bukunya The Learning Revolution, mengatakan bahwa ciri utama pembelajaran
yang bermakna adalah di mana siswa dapat merasakan manfaat dari materi
pelajaran yang dipelajarinya di sekolah dalam kehidupan sehari-hari. Hal yang
senada juga dikemukakan oleh DePorter (1999), dalam bukunya Quantum Learning bahwa pembelajaran
harus memberikan manfaat bagi siswa yang belajar. Untuk itu guru harus mampu
menciptakan keterkaitan suatu topik dengan kehidupan siswa sehari-hari, serta
merayakan setiap keberhasilan siswa sebagai kunci dalam strategi pembelajaran
yang bermakna. Dengan kata lain apabila suatu strategi pembelajaran mampu
memberikan makna bagi siswa mengenai apa yang dipelajarinya, sesungguhnya guru
sudah melakukan pembelajaran yang berbasis kompetensi.
Kompetensi itu sendiri menurut
McAshan (1981), yang dikutip oleh Mulyasa dalam bukunya Kurikulum Berbasis Kompetensi adalah pengetahuan, ketrampilan dan
kemampuan yang dikuasai seseorang dan telah menjadi bagian dari dirinya,
sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif , afektif, dan
psikomotor dengan sebaik-baiknya. Finch dan Crunkilton (1979), menyebutnya
sebagai penguasaan terhadap suatu tugas, ketrampilan, sikap dan apresiasi yang
diperlukan untuk menunjang keberhasilan. Jadi strategi pembelajaran yang berupaya
“mengaitkan setiap materi yang dipelajari oleh siswa dengan kehidupan
sehari-hari atau bidang-bidang tertentu sehingga siswa dapat merasakan makna
dari setiap materi pelajaran yang diterimanya dan mengimplemtasikan dalam
berbagai aspek kehidupan”.
Strategi
Pembelajaran Multiple Intelligences (MI)
Strategi pembelajaran MI pada
hakikatnya adalah upaya mengoptimalkan kecerdasan majemuk yang dimiliki oleh
setiap individu (siswa) untuk mencapai kompetensi tertentu yang dituntut oleh
sebuah kurikulum.
Amstrong (2002) seorang pakar di
bidang Multiple Intelligences mengatakan,
bahwa dengan teori kecerdasan majemuk memungkinkan guru mengembangkan strategi
pembelajaran inovatif yang relatif baru dalam dunia pendidikan. Meskipun
demikian, ia menambahkan, bahwa tidak ada rangkaian strategi pembelajaran yang
bekerja secara efektif untuk semua siswa. Setiap siswa memiliki kecenderungan
tertentu pada kedelapan kecerdasan yang ada. Oleh karena itu suatu strategi
mungkin akan efektif pada sekelompok siswa, tetapi akan gagal bila diterapkan
pada kelompok lain. Dengan dasar ini sudah seharusnya guru memperhatikan jenis
kecerdasan yang menonjol pada masing-masing siswa agar dapat menentukan
strategi pembelajaran yang tepat untuk mengoptimalkan potensi yang ada diri
siswa. Meskipun demikian tidak tertutup kemungkinan bahawa setiap strategi yang
ada pada masing-masing kecerdasan dapat diimplemtasikan untuk semua mata
pelajaran yang ada dalam kurikulum. Misalnya strategi pembelajaran
Matematis-Logis dapat diimplematasikan bukan saja dalam mata pelajaran
Matematika, tetapi juga dapat diimplementasikan dalam mata pelajaran lainnya
seperti Bahasa, Fisika, atau mata pelajaran yang menuntut unsur logika di
dalamnya.
Satu hal yang harus diingat adalah
bahwa teori MI bukan saja merupakan konsep kecerdasan yang ada pada diri
masing-masing individu, tetapi juga merupakan strategi pembelajaran yang ampuh
untuk menjadikan siswa keluar sebagai juara pada jenis kecerdasan tertentu.
Gardner (2003) mengatakan, sebab pada dasarnya setiap individu memiliki satu
atau lebih kecerdasan yang menonjol dari delapan kecerdasan yang ada. Bukankah
Einstein yang dikatakan cerdas juga mempunyai kelemahan pada jenis kecerdasan
lainnya? Einstein adalah orang yang sangat cerdas pada dua jenis
kecerdasan yaitu Matematis-Logis dan Spasial. Sementara untuk jenis kecerdasan
yang lain, ia tidak terlalu menonjol.
Strategi pembelajaran MI pada
praktiknya adalah memacu kecerdasan yang menonjol pada diri siswa seoptimal
mungkin, dan berupaya mempertahankan kecerdasan lainnya pada standar minimal
yang ditentukan oleh lembaga atau sekolah. Dengan demikian penggunaan strategi
pembelajaran MI tetap berada pada posisi yang selalu menguntungkan bagi siswa
yang menggunakannya. Satu hal yang pasti, siswa akan keluar sebagai individu
yang memiliki jati diri, yang potensial pada salah satu atau lebih dari delapan
jenis kecerdasan yang dimilikinya.
G.PERBEDAAN
MIR DAN TES IQ
Pengertian Multiple Intelligences
Research (MIR)
Sebelum jauh membahas tentang Multiple Intelligences
Research (MIR) terlebih dahulu akan diuraikan tentang konsep Multiple
Intelligences (MI).
Multiple Intelligences adalah istilah atau teori dalam
kajian tentang ilmu
kecerdasan yang memiliki arti “kecerdasan ganda” atau
“kecerdasan majemuk”. MI adalah sebuah teori kecerdasan yang dimunculkan oleh
Dr.Howard Garner, seorang psikolog dari Project Zero Harvard University pada 1983.
Hal yang menarik pada teori kecerdasan ini adalah terdapat usaha untuk melakukan
Redefenisi Kecerdasan. Sebelum muncul teori multiple
intelligences, teori kecerdsan lebih cenderung diartikan
secara sempit. Kecerdasan seseorang lebih banyak ditentukan oleh kemampuannya menyelesaikan
serangkaian tes psikologis, kemudian hasil tes diubah menjadi angka standar
kecrdasan. Daniel Muijs dan David Reynoalds dalam bukunya yang bejudul Effective
Teaching mengatakan bahwa gardner berhasil mendobrak dominasi teori dan tes IQ yang
sejak 1905 banyak digunakan oleh
psikolog di seluruh dunia.
Multiple intelligences merupakan
sebuah penilaian yang melihat secara
deskriptif bagaimana individu menggunakan kecerdasannya
untuk memecahkan masalah dan menghasilkan sesuatu. Pendekatan ini merupakan
alat untuk melihat bagaimana pikiran manusia mengoperasikan
dunia, baik itu benda-benda kongkret maupun hal-hal yang absrtak. Dalam buku
Freme of Mind, gardner mengatakan bahwa ”intelligence is the ability to find
and solve problems and create products of value in one’s own culture”. Menurut
gardner; kecerdasan seseorang tiba-tiba tidak diukur dari hasil tes psikologis
standar, namun dapat dilihat dari kebiasaan seseorang terhadap dua hal.
Pertama, kebiasaan seseorang menyelesaikan masalahnya sendiri (problem solving).
Kedua, kebiasaan seseorang menciptakan produk yang mempunyai nilai budaya
(creatvity). Kecerdasan seseorang dapat dilihat dari banyak dimensi, tidak
hanya kecerdasan verbal atau kecerdasan logika. Gardner dengan cerdas member label
”multiple” (jamak atau majemuk) pada luasnya makna kecerdasan.
PENGERTIAN (IQ)
Orang
sering kali menyamakan arti inteligensi dengan IQ, padahal kedua istilah
ini mempunyai perbedaan arti yang sangat mendasar. Menurut David Wechsler,
inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir
secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. Secara garis
besar dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang
melibatkan proses berpikir secara rasional. Oleh karena itu, inteligensi tidak
dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai
tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu.
sedangkan IQ atau singkatan dari Intelligence Quotient, adalah skor yang
diperoleh dari sebuah alat tes kecerdasan. Dengan demikian, IQ hanya memberikan
sedikit indikasi mengenai taraf kecerdasan seseorang dan tidak menggambarkan
kecerdasan seseorang secara keseluruhan.
Intelligence Quotient atau yang biasa disebut dengan IQ merupakan
istilah dari pengelompokan kecerdasan manusia yang pertama kali diperkenalkan
oleh Alferd Binet, ahli psikologi dari Perancis pada awal abad ke-20. Kemudian
Lewis Ternman dari Universitas Stanford berusaha membakukan test IQ yang
dikembangkan oleh Binet dengan mengembangkan norma populasi, sehingga
selanjutnya test IQ tersebut dikenal sebagai test Stanford-Binet. Pada masanya
kecerdasan intelektual (IQ) merupakan kecerdasan tunggal dari setiap individu
yang pada dasarnya hanya bertautan dengan aspek kognitif dari setiap
masing-masing individu tersebut. Tes Stanford-Binet ini banyak digunakan untuk
mengukur kecerdasan anak-anak sampai usia 13 tahun.
Inti
kecerdasan intelektual ialah aktifitas otak. Otak adalah organ luar biasa dalam
diri kita. Beratnya hanya sekitar 1,5 Kg atau kurang lebih 5 % dari total berat
badan kita. Namun demikian, benda kecil ini mengkonsumsi lebih dari 30 persen
seluruh cadangan kalori yang tersimpan di dalam tubuh. Otak memiliki 10 sampai
15 triliun sel saraf dan masing-masing sel saraf mempunyai ribuan sambungan.
Otak satu-satunya organ yang terus berkembang sepanjang itu terus diaktifkan.
Kapasitas memori otak yang sebanyak itu hanya digunakan sekitar 4-5 % dan untuk
orang jenius memakainya 5-6 %. Sampai sekarang para ilmuan belum memahami
penggunaan sisa memori sekitar 94 %.
Tingkat
kecerdasan seorang anak yang ditentukan secara metodik oleh IQ (Intellegentia
Quotient) memegang peranan penting untuk suksesnya anak dalam belajar.
Menurut penyelidikan, IQ atau daya tangkap seseorang mulai dapat ditentukan
sekitar umur 3 tahun. Daya tangkap sangat dipengaruhi oleh garis keturunan
(genetic) yang dibawanya dari keluarga ayah dan ibu di samping faktor gizi
makanan yang cukup.
IQ
atau daya tangkap ini dianggap takkan berubah sampai seseorang dewasa, kecuali
bila ada sebab kemunduran fungsi otak seperti penuaan dan kecelakaan. IQ yang
tinggi memudahkan seorang murid belajar dan memahami berbagai ilmu. Daya
tangkap yang kurang merupakan penyebab kesulitan belajar pada seorang murid,
disamping faktor lain, seperti gangguan fisik (demam, lemah, sakit-sakitan) dan
gangguan emosional. Awal untuk melihat IQ seorang anak adalah pada saat ia
mulai berkata-kata. Ada hubungan langsung antara kemampuan bahasa si anak
dengan IQ-nya. Apabila seorang anak dengan IQ tinggi masuk sekolah, penguasaan
bahasanya akan cepat dan banyak.
Rumus
kecerdasan umum, atau IQ yang ditetapkan oleh para ilmuwan adalah :
Usia Mental Anak
|
x 100 = IQ
|
Usia Sesungguhnya
|
Contoh
: Misalnya anak pada usia 3 tahun telah punya kecerdasan anak-anak yang
rata-rata baru bisa berbicara seperti itu pada usia 4 tahun. Inilah yang
disebut dengan Usia Mental. Berarti IQ si anak adalah 4/3 x 100 = 133.
Interpretasi
atau penafsiran dari IQ adalah sebagai berikut :
TINGKAT KECERDASAN
|
IQ
|
Genius
|
Di atas 140
|
Sangat Super
|
120 - 140
|
Super
|
110 - 120
|
Normal
|
90 -110
|
Bodoh
|
80 - 90
|
Perbatasan
|
70 - 80
|
Moron / Dungu
|
50 - 70
|
Imbecile
|
25-50
|
Idiot
|
0 - 25
|
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kecerdasan
sebagai kemampuan untuk memproses informasi sehingga masalah-masalah yang kita
hadapi dapat dipecahkan (problem solved) dan dengan demikian pengetahuan pun
bertambah. Jadi mudah dipahami bahwa kecerdasan adalah pemandu bagi kita untuk
mencapai sasaran-sasaran kita secara efektif dan efisien. Kecerdasan merupakan
suatu kemampuan untuk memahami informasi yang membentuk pengetahuan dan
kesadaran. Tingkat kecerdasan (Intelegensi) ditentukan oleh bakat bawaan
berdasarkan gen yang diturunkan dari orang tuanya. Secara umum intelegensi
dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.
Kemampuan untuk
berpikir abstrak.
2. Kemampuan
untuk menangkap hubungan-hubungan dan untuk belajar
3.
Kemampuan untuk
menyesuaikan diri terhadap situasi-situasi baru.
Ciri-ciri keberbakatan seseorang adalah, kemampuan di atas rata-rata, kreativitas, pengikatan diri. Anak berbakat adalah mereka yang karena memiliki kemampuan yang unggul dan mampu memberikan prestasi yang tinggi. Bakat-bakat tersebut baik sebagai potensi maupun yang sudah terwujud meliputi :kemampuan intelektual umum, kemampuan berpikir kreatif-produktif, kemampuan dalam salah satu bidang seni, kemampuan psikomotor, kemampuan psikososial. Mengembangkan kecerdasan majemuk anak merupakan kunci utama untuk kesuksesan masa depan anak. Peran orang tua dalam memberikan latihan-latihan dan lingkungan yang mendukung jauh lebih penting dalam menentukan perkembangan kecerdasan seorang anak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar