Minggu, 18 September 2016

MAKALAH MULTIPLEINTELLEGENCES - KECERDASAN MAJEMUK DEVI SUPARYETI



BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Terlihat dengan semakin menjamurnya sekolah-sekolah swasta yang dimulai dari Taman Kanak-Kanak sampai perguruan tinggi. Kendala bagi dunia pendidikan untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas adalah masih banyaknya sekolah yang mempunyai pola pikir tradisional di dalam menjalankan proses belajarnya yaitu sekolah hanya menekankan pada kemampuan logika (matematika) dan bahasa. Kecerdasan bukan hanya dilihat dari nilai yang diperoleh seseorang. Kecerdasan merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk melihat suatu masalah, lalu menyelesaikan masalah tersebut atau membuat sesuatu yang dapat berguna bagi orang lain.
Pola pemikiran tradisional yang menekankan pada kemampuan logika (matematika) dan bahasa memang sudah mengakar dengan kuat pada diri setiap guru di dalam menjalankan proses belajar

B. RUMUSAN MASALAH
1.      Apakah Setiap Anak Itu Cerdas?
2.      Apa Saja Keanekaragaman Kecerdasan dan Indikator-indikatornya?
3.      Apa Strategi Mengajar dengan Multiple Intellegences?
4.      Apa Perbedaan MIR dan Tes IQ?


C. TUJUAN
            Untuk Mengetahui Setiap Anak Itu Cerdas, Untuk Mengetahui Keanekaragaman Kecerdasan dan Indikator-indikatornya, Untuk Mengetahui Strategi Mengajar dengan Multiple Intellegences, Untuk Mengetahui Perbedaan MIR dan Tes IQ


BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN INTELLIGENCE (KECERDASAN)

Kecerdasan merupakan salah satu anugerah besar dari Allah SWT kepada manusia dan menjadikannya sebagai salah satu kelebihan manusia dibandingkan dengan makhluk lainnya. Dengan kecerdasannya, manusia dapat terus menerus mempertahankan dan meningkatkan kualitas hidupnya yang semakin kompleks, melalui proses berfikir dan belajar secara terus menerus. Selain manusia, sesungguhnya hewan pun diberikan kecerdasan namun dalam kapasitas yang sangat terbatas.
Oleh karena itu untuk mempertahankan keberlangsungan hidupnya lebih banyak dilakukan secara instingtif (naluriah). David Weschler memberikan rumusan tentang kecerdasan sebagai suatu kapasitas umum dari individu untuk bertindak, berpikir rasional dan berinteraksi dengan lingkungan secara efektif.
Menurut beberapa teori, kecerdasan atau intelegensi terkait dengan cara individu berbuat, apakah berbuat dengan cara yang cerdas atau kurang cerdas atau tidak cerdas sama sekali. Suatu perbuatan cerdas ditandai oleh perbuatan yang cepat dan tepat. Cepat dan tepat dalam memahami suatu masalah, menarik kesimpulan serta mengambil keputusan atau tindakan. Para ahli memberikan pengertian yang berbada tentang kecerdasan. C.P. Chaplin mengartikan kecerdasan sebagai kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara cepat dan efektif. Sementara itu, Anita E. Woolfolk mengemukakan bahwa menurut teori lama, kecerdasan meliputi tiga pengertian, yaitu :
1) kemampuan untuk belajar.
2) keseluruhan pengetahuan yang diperoleh; dan
3) kemampuan untuk beradaptasi dengan dengan situasi baru atau lingkungan pada
umumnya.
Jika kita merujuk ke pendapat Howard Gardner, dia memberikan definisi tentang kecerdasan sebagai berikut:
1. Kecakapan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam kehidupan.
2. Kecakapan untuk mengembangkan masalah untuk dipecahkan.
3. Kecakapan untuk membuat sesuatu atau melakukan sesuatu yang bermanfaat
di dalam kehidupan.
Gardner juga mendefinisikan bahwa inteligensi itu merupakan kemampuan untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan produk dalam suatu setting yang bermacam-macam dan dalam situasi yang nyata.
Berdasarkan pengertian dapat dipahami bahwa inteligensi bukanlah kemampuan seseorang untuk menjawab soal-soal tes IQ dalam ruang tertutup yang terlepas dari lingkungannya. Akan tetapi, inteligensi memuat kemampuan seseorang untuk memecahkan persoalan yang nyata dan dalam situasi yang bermacam-macam. Gardner menekankan pada kemampuan memecahkan persoalan yang nyata, karena seseorang memiliki kemampuan inteligensi yang tinggi bila ia dapat menyelesaikan persoalan hidup yang nyata, bukan hanya dalam teori. Semakin seseorang terampil dan mampu menyelesaikan persoalan kehidupan yang situasinya bermacam-macam dan kompleks, semakin tinggi inteligensinya. Pemikiran Gardner tentang kecerdasan merupakan sebuah kritikan pada pemikiran Alfred Bined tentang intelligence dan tes IQ. Gardner menolak akan tentang adanya tes IQ yang fenomenal di Barat hanya terbatas pada menjawad soal-soal dalam lembaran-lembaran saja, sebab menurutnya kecerdasan adalah bagaimana keterampialan seseorang dalam memecahkan persoalan sehari-harinya yang dilaksanakan secara terus menerus.





B.     PENGERTIAN MULTIPLE INTELLIGENCES (KECERDASAN GANDA)

Multiple Intelligences adalah istilah atau teori dalam kajian tentang ilmu kecerdasan yang memiliki arti “kecerdasan ganda” atau “kecerdasan majemuk”. Teori ini ditemukan dan dikembangkan oleh Howard Gardner, seorang psikolog perkembangan dan profesor pendidikan dari Graduate School Of Education, Harvad University, Amerika Serikat. Dia juga adalah penulis Frames of Mind: The Theory of Multiple Intelligences (Basic Books, 1983/1993), Multiple Intelligences: The Theory in PracticeIntelligence Reframed: Multiple Intelligences for the 21st Century (Basic`Books, 1993), dan (Basic Books, 1993). Saat ini dia juga salah satu direktur Project Zero di Harvard Graduate School of Education. Project Zero adalah pusat penelitian dan pendidikan yang mengembangkan cara belajar, berpikir, dan kreativitas dalam mempelajari suatu bidang bagi individu dan institusi.
Di dalam teorinya Gardner menjelaskan bahwa setiap orang memilki bermacam-macam kecerdasan, tetapi dengan kadar pengembangan yang berbeda antara kecerdasan yang satu dengan kecerdasan lainnya. Pengertian inteligensi Gardner ini berbeda dengan pengertian yang dipahami sebelumnya. Sebelum Gardner, pengukuran IQ (Intelligence Question) seseorang didasarkan pada tes IQ saja, yang hanya menonjolkan kecerdasan matematis-logis dan linguistik. Sehingga kurang memperhatikan kecerdasan pada bidang yang lain. Penemuan Gardner tentang inteligensi seseorang telah mengubah konsep kecerdasan. Inteligensi seseorang dapat dikembangkan melalui pendidikan dan jumlahnya banyak.
Secara jelasnya Gardner mengungkapkan bahwa tidak ada anak bodoh atau pintar. Yang ada, anak yang menonjol dalam salah satu atau beberapa jenis kecerdasan tersebut. Dengan demikian, dalam menilai dan menstimulasi kecerdasan anak, orang tua dan guru selayaknya dengan jeli dan cermat merancang sebuah metode khusus. Dalam menstimulasi kecerdasan anak, dapat dikatakan, kecerdasan tertentu bisa jadi diasah agar lebih terampil.
Esensi teori multiple intelligences menurut Gardner adalah menghargai keunikan setiap orang, berbagai variasi cara belajar, mewujudkan sejumlah model untuk menilai mereka, dan cara yang hampir tak terbatas untuk mengaktualisasikan diri didunia ini dalam bidang tertentu yang akhirnya diakui. Menurut hasil penelitiannya, Gardner menyatakan bahwa di dalam diri setiap orang terdapat delapan jenis kecerdasan dintaranya seperti kecerdasan logikamatematika, linguistik (berbahasa), visual-spasial, kinestetik (gerak tubuh), musikal, interpersonal, intrapersonal, dan naturalis. Kedelapan kecerdasan tersebut bisa saja dimiliki oleh setiap individu, hanya saja dalam taraf berbeda. Selain itu, kecerdasan ini juga tidak berdiri sendiri, terkadang bercampur dengan kecerdasan lain.


C. SETIAP ANAK ITU CERDAS
Ya!! Setiap anak cerdas!! Setiap anak berbakat!! Tapi, apa sih yang bikin seseorang tergolong anak berbakat? Paling kelihatan, ya, dari IQ-nya. Taruhan deh, kita sering menilai seseorang pintar atau enggak dari IQ-nya, kan? Tapi, itu aturan lama! Zaman sekarang penilaian itu enggak cukup cuma dari IQ. Menurut Prof Joe Renzulli, psikolog pendidikan asal Amerika, seseorang dikatakan berbakat kalau mempunyai nilai di atas standar pada tiga macam karakteristik, yaitu kemampuan umum, komitmen tugas, dan kreativitas. Dr. Howard Gardner, seorang psikolog dari Universitas Harvard, AS, mengemukakan teorinya bahwa kecerdasan tidak terpatri di tingkat tertentu dan terbatas saat seseorang lahir. Teori multiple intelligences yang diusungnya membantah pandangan sebelumnya tentang kecerdasan yang hanya melihat kecerdasan dari segi linguistik dan logika semata. Multiple Intelligences adalah teori yang mengedepankan pendapat bahwa kecerdasan yang berdasarkan pada tes IQ, yang merupakan pandangan tradisional, amatlah terbatas. Gardner, yang juga psikolog ini, mengemukakan definisi kecerdasan yang berbeda untuk mengukur cakupan yang lebih luas potensi manusia,
Contohnya, Mozart adalah pemusik jenius, seorang komposer sekaligus symphonies yang menjadi salah satu contoh pemilik kecerdasan musikal. Sedangkan, Einstein adalah salah satu ilmuwan dunia yang memiliki kecerdasan logika dan matematika. Apakah Einstein lebih cerdas dibanding Mozart ? Jika ditilik dari teori multiple intelligences, Einstein dan Mozart sama-sama cerdas tapi berbeda bidang. Maka, menurutnya, setiap orang berkesempatan mengembangkan kecerdasannya di berbagai bidang. Gardner menemukan delapan kecerdasan, yaitu cerdas bahasa, cerdas logika/matematika, cerdas visual-spasial, cerdas musik, cerdas gerak, cerdas alam, cerdas sosial (interpersonal), dan cerdas diri (intrapersonal). Setiap orang berpotensi memilikinya, namun perkembangannya berbeda-beda. Selain itu, kecerdasan ini jug tidak berdiri sendiri, terkadang tercampur dengan kecerdasan lain. Misalnya saja, bila kelak si kecil menjadi seorang dokter ahli bedah, ia membutuhkan kecerdasan visual-spasial yang menonjol untuk menggunakan pisau bedahnya, juga kecerdasan gerak tubuh untuk kelenturan tangannya ketika menggunakan pisau.
Untuk dapat mengetahui bakat dan kecerdasan diri, maka ada banyak cara yang dapat dilakukan. Salah satunya dengan mengikuti tes analisa sidik jari atau yang sering dikenal sebagai Fingerprint Test. Tes ini berlandaskan pada teori dermatogyphics yang telah diteliti sejak ratusan tahun yang lalu. Penelitian dimulai oleh Govard Bidloo pada tahun 1865, J.C.A Mayer (1788), John E Purkinje (1823), Noel Jaquin (1958). Beryl Hutchinson tahun 1967 menulis buku berjudul ‘Your Life in Your Hands’, sebuah buku tentang analisis tangan. Terakhir, berdasarkan hasil penelitian Baverly C Jaegers (1974), tersimpulkan bahwa sidik jari dapat mencerminkan karakteristik dan aspek psikologis seseorang, hasil penelitian mereka telah di buktikan dibidang Antropologi dan Kesehatan. Yang sering menjadi pertanyaan adalah kenapa sidik jari? Telah lama kita pahami bahwa sidik jari setiap orang pasti berbeda, itulah sebabnya sidik jari selalu digunakan untuk mengidentifikasi seseorang. Sidik jari pun tidak pernah berubah sejak kita lahir hingga kita wafat kelak, karena ternyata pembentukan sidik jari ditentukan oleh DNA, bersamaan dengan pembentukan otak. Proses pembentukannya dimulai saat janin berusia 13 minggu, dan sempurna pada minggu ke 24. Karena itulah, sangat wajar bila ternyata bukti ilmiah menyebutkan adanya korelasi lahiriah antara sidik jari dengan bakat dan gaya belajar seseorang. Manfaat tes ini sangatlah luas, terutama dalam mengetahui bakat lahiriah dan gaya belajar seseorang.
Untuk dapat mengetahui bakat, potensi dan gaya belajar kita melalui Fingerprint Test, prosesnya cukup sederhana. Pertama, ke-sepuluh sidik jari tangan kita akan di-scan dan disimpan gambarnya. Selanjutnya, telapak tangan kita akan diberi tiga titik dan diukur besar sudutnya. Proses tersebut memakan waktu + 5-10 menit, selanjutnya hasil scan dan pengukuran sudut tersebut akan dibawa ke laboratorium dan dianalisa. Dua minggu kemudian, anda sudah bisa mengetahui hasil analisanya dalam bentuk buku laporan analisa.
Keunggulannya, tes ini tidak membutuhkan waktu lama. Peserta pun tidak harus mengerjakan berpuluh-puluh pertanyaan yang terkadang jawabannya memancing subjektifitas peserta.  Namun, ada juga kelemahannya. Tes ini hanya mengukur bakat, gaya belajar, dan karakter seseorang berdasarkan data genetisnya. Sehingga, kapanpun anda melakukan tes ini, maka hasilnya pun akan tetap sama.
Hasil analisis Fingerprint Test memang tidak dapat memberitahu masa depan seseorang, tetapi dapat membantu anda mengenal kekuatan dan kekurangan diri. Tapi janganlah cepat-cepat mengambil kesimpulan bahwa si kecil, misalnya cocok menjadi atlet, akuntan atau ahli biologi tanpa memberikan kesempatan padanya untuk mengeksplorasi dunia, bekerja dengan keterampilan sendiri dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena bagaimanapun juga, kecerdasan anak tidak hanya bersumber dari pemenuhan nutrisi yang seimbang, tetapi juga disertai pemberian stimulasi pada anak. Anak yang cerewet, kritis, dan senang bercerita, apabila mendapat arahan yang tepat akan memiliki kepintaran verbal linguistik, yaitu anak yang mampu berinteraksi dan meyakinkan orang di sekitarnya. Kesimpulannya, seseorang tumbuh dengan perkembangan otak lebih baik jika difasilitasi beragam pengalaman.

D.     KEANEKARAGAMAN KECERDASAN DAN INDIKATOR-INDIKATORNYA

1. Kecerdasan Linguistik ( Linguistic Intelligence)
Kecerdasan linguistik adalah kemampuan untuk menggunakan kata-kata secara efektif, baik secara lisan maupun tulisan. Kecerdasan ini mencakup kepekaan terhadap arti kata, urutan kata, suara, ritme dan intonasi dari kata yang di ucapkan. Termasuk kemampuan untuk mengerti kekuatan kata dalam mengubah kondisi pikiran dan menyampaikan informasi. Kecerdasan ini berkaitan juga dengan penggunaan dan pengembangan bahasa secara umum seperti yang dimiliki para pencipta lagu, para penulis, editor, jurnalis, penyair, orator, penceramah maupun pelawak. Contoh orang yang memiliki kecerdasan linguistik ini adalah; Sukarno, Martin Luther, J.K. Rowling, Melly Goeslow dan sebagainya.
Orang yang berinteligensi linguistik tinggi akan berbahasa lancar, baik dan lengkap. Ia mudah mengembangkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa, mudah belajar beberapa bahasa, mudah mengerti urutan arti kata-kata dalam belajar bahasa. Mereka juga mudah untuk menjelaskan, mengajarkan, menceritakan pemikirannya kepada orang lain. Mereka lancar berdebat, mudah ingat dan bahkan dapat menghafal beberapa surat di dalam Al-Qur’an dengan waktu singkat.
2. Kecerdasan Logika-Matematika. (Logical-Mathematical Intelligence)
Kecerdasan logika dan matematika adalah kemampuan seseorang dalam memecahkan masalah. Ia mampu memikirkan dan menyusun solusi (jalan keluar) dengan urutan yang logis (masuk akal). Ia suka angka, urutan, logika dan keteraturan. Ia mengerti pola hubungan, ia mampu melakukan proses berpikir deduktif dan induktif. Proses berpikir deduktif artinya cara berpikir dari hal-hal yang besar kepada hal-hal yang kecil. Proses berpikir induktif artinya cara berpikir dari hal-hal yang kecil kepada hal-hal yang besar. Ini adalah jenis keterampilan yang sangat dikembangkan pada diri insinyur, ilmuwan, ekonom, akuntan, detektif, dan para anggota profesi hukum.
Orang yang mempunyai inteligensi matematis-logis sangat mudah membuat klasifikasi dan kategorisasi dalam pemikiran serta cara mereka bekerja dan suka pada menepukan pola atau memcahkan rumus. Dalam menghadapi banyak persoalan, dia akan mencoba mengelompokkannya sehingga mudah dilihat mana yang pokok dan yang tidak, mana yang berkaitan antara yang satu dengan yang lain, serta mana juga yang merupakan persoalan lepas. Maka, dia tidak mudah bingung. Mereka juga dengan mudah membuat abstraksi dan suatu persoalan yang luas dan bermacam-macam.

3. Kecerdasan Visual-Spasial (Spatial-Visual intelligence)
Kecerdasan visual dan spasial adalah kemampuan untuk melihat dan mengamati dunia visual dan spasial secara akurat (cermat). Visual artinya gambar, spasial yaitu hal-hal yang berkenaan dengan ruang atau tempat. Kecerdasan ini melibatkan kesadaran akan warna, garis, bentuk, ruang, ukuran dan juga hubungan di antara elemen-elemen tersebut. Kecerdasan ini juga melibatkan kemampuan untuk melihat obyek dari berbagai sudut pandang.
Kecerdasan visual-spasial ini memungkinkan orang membayangkanbentuk-bentuk geometri atau tiga dimensi dengan lebih mudah. Ini karena ia mampu mengamati dunia spasial secara akurat dan mentransformasi presepsi ini. Termasuk didalamnya adalah kapasitas untuk menvisualisasikan, menghadirkan visual dengan grafik atau ide spasial, dan untuk mengarahkan diri sendiri dalam ruang secara cepat. Visual-spasial bisa diartikan juga sebagai sebuah model yang melihat secara deskriptif bagaimana seorang individu menggunakan kecerdasan mereka untuk memecahkan masalah dan menghasilkan bentuk. Profesi yang biasa dihasilkan adalah pelukis, fotografer, desainer, pemahat, dll

4. Kecerdasan Gerak-Tubuh (Bodily-Kinesthetic Intelligence)
Kecerdasan gerak tubuh atau ialah kemampuan dalam menggunakan tubuh kita secara terampil untuk mengungkapkan ide, pemikiran dan perasaan. Kecerdasan ini juga meliputi keterampilan fisik dalam bidang koordinasi, keseimbangan, daya tahan, kekuatan, kelenturan dan kecepatan. Kemampuan seperti ini biasanya dimiliki oleh para atlet, aktor, pemahat, ahli bedah atau seniman tari. Kecerdasan gerakan tubuh yang sering juga disebut body smart ini, memang penemuan Gardner yang paling controversial, karena beberapa orang berpendapat control terhadap fisik bukanlah bentuk dari kecerdasan. Namun, Gardner dan peneliti-peneliti lain dalam bidang multiple intelligences mempertahankan pendapatnya. Individu dengan kecerdasan gerakan tubuh, secara alami memilliki tubuh yang atletis dan memiliki keterampilan fisik. Ia juga memiliki kemampuan dan merasakan bagaimana seharusnya tubuh bergerak.
Orang yang mimiliki kecerdasan gerak tubuh dapat dengan mudah mengungkapkan diri dengan gerak tubuh mereka. Apa yang mereka pikirkan dan rasakan dengan mudah diekspresikan dengan gerak tubuh, dengan tarian dan ekspresi tubuh. Mereka juga dengan mudah dapt memainkan mimik, drama, dan peran. Mereka dengan lihai melakukan gerakan tubuh dalam olahraga dengan segala macam variasinya.

5. Kecerdasan Musikal (Musical Intelligence)
Kecerdasan musik adalah kemampuan untuk menikmati, mengamati, membedakan, mengarang, membentuk dan mengekspresikan bentuk-bentuk musik. Kecerdasan ini meliputi kepekaan terhadap ritme, melodi dan timbre dari musik yang didengar. Musik mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan kemampuan matematika dan ilmu sains dalam diri seseorang. Bagi mereka yang memiliki kecerdasan ini dengan mudah belajar dan bermain musik secara baik. Yang menonjol adalah mereka dapat mengungkapkan perasaan dan pemikirannya dalam bentuk musik. Mereka dengan mudah mempelajari sesuatu bila dikaitkan dengan musik atau dalam lagu. Kecerdasan jenis ini adalah bakat yang dimiliki oleh para musisi, komposer, perekayasa rekaman.

6. Kecerdasan Interpersonal (Interpersonal Intelligence)
Kecerdasan interpersonal ialah kemampuan untuk mengerti dan menjadi peka terhadap perasaan, intensi, motivasi, watak, temperamen, serta gerakan tubuh orang lain. Kepekaan akan ekspresi wajah, suara, isyarat dari orang lain juga termasuk dalam kecerdasan ini. Secara umum kecerdasan interpersonal berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk menjalin relasi dan komunikasi dengan berbagai orang. Kecerdasan ini juga mampu untuk masuk ke dalam diri orang lain, mengerti dunia orang lain, mengerti pandangan, sikap orang lain dan umumnya dapat memimpin kelompok. Kecerdasan jenis ini biasanya dimiliki oleh para pemimpin, para guru, fasilitator, motivator, polisi, pemuka agama, dan penggerak massa.
Orang yang memiliki kecerdasan interpersonal tinggi biasanya sangat mudah bekerja sama dengan orang lain, mudah berkomunikasi dengan orang lain. Hubungan dengan orang lain bagi mereka yang memiliki kecerdasan sungguh serasa sangat menyenangkan. Mereka dengan mudah mengenali dan membedakan perasaan serta apa yang dialami teman dan orang lain. Kebanyakan mereka peka terhadap teman, terhadap penderitaan orang lain, dan mudah berempati yakni mampu memahami dan merasakan perasaan orang lain saat berinteraksi dengan orang tersebut. Banyak diantaranya suka memberi masukan kepada teman, saudara atau orang lainnya hal ini bertujuan agar mereka maju. Maka, tidak jarang sekali dia berperan sebagai komunikator, sebagai fasilitator dalam pertemuan atau dalam perbincangan masalah penting. Dan mereka juga dengan mudah menjadi penggerak massa karena kemampuannya mendekati massa itu.

7. Kecerdasan Intrapersonal (Intrapersonal Intelligence)
Kecerdasan intrapersonal atau cerdas diri adalah kemampuan yang berhubungan dengan kesadaran dan pengetahuan tentang diri sendiri serta kemampuan untuk bertindak secara adaptatif berdasar pengenalan diri itu, dapat memahami kekuatan dan kelemahan diri sendiri, mampu memotivasi dirinya sendiri dan melakukan disiplin diri. Orang yang memilki kecerdasan ini sangat menghargai nilai, etika dan moral, serta memiliki kesadaran tinggi akan gagasan-gagasannya. Ia sadar akan tujuannya hidupnya sehingga tidak ragu-ragu untuk mengambil keputusan pribadi. Kecerdasan seperti ini biasanya dimiliki oleh para filosof, penyuluh agama, pembimbing, serta kadang kala pemimpin juga memiliki kecerdasan ini.
Orang yang memiliki Kecerdasan ini biasanya mudah berkonsentrasi dengan baik karena dapat mengatur perasaan dan emosinya sehingga kelihatan sangat tenang. Pengenalan akan dirinya sungguh sangat mendalam dan seimbang, kesadaran spiritualitasnya juga sangat tinggi. Orang tipe ini kebanyakan refleksif dan suka bekerja sendirian. Bahkan, kadang kala mereka suka menyepi sendiri di tempat terasing.

8. Kecerdasan Naturalis ( Naturalist Intelligence)
Kecerdasan naturalis adalah kemampuan untuk mengenali, membedakan, mengungkapkan dan membuat kategori terhadap apa yang di jumpai di alam maupun lingkungan. Intinya adalah kemampuan manusia untuk mengenali tanaman, hewan dan bagian lain dari alam semesta, melakukan pemilahan-pemilahan runtut dalam dunia kealaman, dan menggunakan kemampuan ini secara produktif- misalnya berburu, bertani, atau melakukan penelitian biologi.
Kecerdasan seperti ini biasanya dimiliki oleh para pecinta alam, para petani,pendaki gunung, pemburu. Ide Gardner tentang kecerdasan naturalis baru muncul pada tahun 1995 dan dipublikasikan tahun 1997. Sampai sekarang teori tentang kecerdasan ini masih terus dalam proses penyempurnaan. Seseorang yang memiliki kecerdasan naturalis tinggi biasanya dapat dilihat dari kemampuannya mengenal, mengklafikasi, dan menggolongkan tanaman-tanaman, binatang serta alam yang ada disekitarnya.
Dari penjelasan tentang macam-macam kecerdasan menurut Gardner ini maka dapat dikatakan bahwa kecerdasa 1 dan 2 banyakberhubungan dengan penilaian disekolah, No 3,4, dan 5 lebih cenderung pada seni, no 6 dan 7 merupakan kecerdasan personal sedangkan no 8 lebih pada kecerdasan eksistensial atau moral. Dalam pengklasifikasian kecerdasan ini Gardner membuka kesempatan menambahkan kemungkinan kecerdasan yang lain.  Menurut Gardner kecerdasan terebut tidak berjalan sendiri-sendiri melainkan berjalan beriringan, maka tidak heran jika ditemukan seseorang yang memiliki kecerdasan lebih dari satu jenis.




E.    MULTIPLE INTELLIGENCES DALAM PENDIDIKAN

Pembahasan Multiple intelligences meupakan padan psikologis yang kemudian ditarik kedalam dunia pendidikan. Penarikan ini dimungkinkan sebab dunia pendidikan tidak dapat menghindari bahasan psikologis terutama prikologi perkembangan yang terkait pada penilaian kemampuan seseorang secara psikologis. Pendidikan merupakan sarana yang memfasilitasi seseorang untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya.
Setelah memperhatikan pemikiran Gardner tentang Multple Intelligences-nya, kita menyadari bahwa setiapa anak tidak ada yang bodoh atau dapat dikatakan setiap anak itu cerdas namun bentuk penginterpretasikannya yang berbada. Menurut Gardner, dalam diri seseorang terdapat delapan kecerdasan tersebut. Peran pendidikan dalam hal ini adalah mengembangkan potensi yang dimiliki oleh setiap anak melalui pengasahan dan  pengajaran.
Pelaksanaannya dalam pendidikan melingkupi 3 hal yakni : input, proses, dan output. Dalam input  sekolah dengan memberi kesempatan sebesar-besarnya pada peserta didik untuk dapat mengeyam pendidikan dalam rangga mengembangkan dirinya. Sehingga batasan siswa yang masuk kesekolah bukan berdasarkan tes tulis yang disediakan sekolah untuk mengukur sebarapa pintar siswa yang akan bersekolah disekolah tersebut, tetapi dilihat dari berapa siswa yang mampu ditampung oleh sekolah tersebut. Pendidikan berbasis Multiple Intelligences ini lebih menekankan pada The Best Proses bukan the best input.
Pelaksanaan pendidikan yang menekankan pada the best proses sangat dipengaruhi oleh elemen yang ada dalam proses itu, dalam hal ini yang terbasar perannya adalah guru atau pendidik. Guru dalam hal ini dituntut untuk lebih kretif dan inovatif dalam mengajar. Sehingga guru mampu membuka pintu-pintu kecerdasan yang dimiliki oleh siswa dan melalui pintu tersebutlah materi tersampaikan dengan baik. Guna mengetahui kecerdasan apa yang dimilikioleh seorang siswa maka digunakan alat tes yang disebut dengan MIR (Multiple intelligences research). Selain menggunakan MIR sebagai alay tes untuk mengetahi kecerdasan siswa dapat pula guru mengenali kecerdasan anak melalui kenakannnya dikelas sebagai nama yang disebutkan oleh Thomas Amstrong. Melalui hasil MIR guru merancang sekenario pembelajarannya,  melaksanakannya, serta mengevaluasinya. Dalam perencanaan proses pembelajaran menyesuaikan dengan kecerdasan yang dimiliki siswa atau dapat dikatakan guru menyesuaikan gaya mengajarnya dengan gaja belajar siswanya, disinilah kreatifitas guru diuji.  Ada banyak metode yang dapat digunakan guru dalam mengajar dalam pendidikan berbasis multiple intellegences ini misalnya mind mapping, Brainstorming, Diskusi, tanya jawab, presentasi, studi kasus, role play, karya wisata, pengamatan, sosiodrama, eksperiment, dll. Tentu saja penggunaan merode-metode tersebut harus menyesuaikan kondisi siswa. Penggunaan variasi metode dalam pembalajaran diharapkan mampu memotivasi siswa untuk terus dalam belajar, mengatasi kesulitannya dalam belajar serta memberikan pengalaman bagi diri siswa.
Dalam output lebih pada pemberian assesment (penilaian) yang menekankan pada sekuruh aspek dalam kognitif , afektif dan psikomotoriknya, yang dilakukan secara berkesinambungan dalam proses pembalajaran.
Pendidikan berbasis Multiple Intelligences ini telah banyak digunakan di belahan dunia misalnya:
·         The Ross School, East Hampton new York
·         Key Learning Community, Irldianapolis, Indiana
·         New City School, St. Louis, Missouri
·         The Gardenr School, Vancouver
·         The Cook Primary School, Canberra, Australia
Di Indonesia juga mulai diterapkan muali tahun 2003 berikut beberapa sekolah yang menggunakan pendidikan berbasis Multiple intelligences
·         TK, SD, SMP YIMI Gresik
·         TK, SD Mutiara ilmu Bangil
·         SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo
·         SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo
·         TK, SD, SMP, MA YIMA Bondowoso
·         TK, SD Al-Kausar Malang
·         SD Lentera Insan, Jakarta, dll

Ada delapan jenis kecerdasan yang dimiliki oleh manusia yang terumus dalam konsep kecerdasan majemuk ala Gardner.
1.      Kecerdasan Logika atau Matematika (MATH-SMART)
Kecerdasan ini berkaitan dengan logika,abstraksi,penalaran,angka, dan pemikiran kritis. Anak yang mmiliki kecerdasan ini akan memiliki kemampuan analisin yang cukup kuat dan peta berfikir secara terstruktur, namun cara berpikirnya cenderung kaku. Untuk mengasahnya,peserta didik (anak) bisa diajak bermain sempoa,catur,puzzle, dan komputer.
2.      Kecerdasan Bahasa (WORD-SMART)
Anak yang memiliki kecerdasan ini akan mampu mengelola kata-katanya. Sebagian dari mereka mampu mengomunikasikan secara lisan apa yang ia alami atau yang dipelajari. Sebagian lainnya mahir menulis. Beri kesempatan anak untuk berbincang ,bacakan cerita,menyanyikan lagu anak,mengajak berbicara,dan bercerita.
3.      Kecerdasan Visual Spansial (PICTURE-SMART)
Anak mudah memngingat gambar yang ditangkap secara visual serta memiliki imajinasi yang kuat. Pada umumnya peserta didik (anak) gemar menggambar, yang semakin hari semakin baik. Agar daya visualnya semakin terasah,anak mesti dibisakan belajar mengamati gambar,foto,video serta membuat prakarya dengan merangkai lego atau membuat origami.
4.      Kecerdasan Musik (MUSIC-SMART)
Area kecerdasan ini terkait dengan sensivitas untuk mencerap,menghargai,dan menciptakan suara,irama,nada,dan musik. Anak yang memiliki kecerdasan tinggi dalam musik biasanyatampak berkemampuan untuk menyanyi,memainkan instrumen musik ataupun menciptakan musik. Mainkan alat musik ,ajak peserta didik (anak) bernyanyi bersama dalam berbagai ritme dan jenis.
5.      Kecerdasan Fisik (BODY-SMART)
Kemampuan untuk mengendalikan gerakan,keseimbangan,koordinasi, dan ketangkasan bagian-bagian tubuh. Selain itu, anak-anak yang menonjolkan kecerdasan fisiknya cenderung cekatan,indra perabanya sangat peka,dan tidak bisa tinggal diam. Olahraga akan menjadi sesi yang paling ditunggu peserta didik (anak) dengan kecerdasan fisik yang baik. Saat tersebut maksimalkan dengan latihan senam,menari,dan olahraga permainan.
6.      Kecerdasan Naturalis ( NATURE-SMART)
Kecerdasan ini terlihat dari kecintaan anak terhadap alam dan lingkungan. Pembelajaran yang baik untuknya bisa dengan menanam benih hingga dipelihara saat menjadi tanaman,peliharaan binatang, berkebun, serta pengamatan langsung pada alam semesta.
7.   Kecerdasan Intrapersonal (SELF-SMART)
      Anak yang memiliki kecerdasan ini mampu mengendalikan dirinya sendiri. Ia banyak berdialog dengan nilai-nilai yang ia terima, perasaan, dan dirinya sendiri. Kemampuannya kian terasah saat ia diajak bermain peran, motivasi, serta sharing tentang cita-cita serta pandangan hidup.

8.   Kecerdasan Interpersonal (PEOPLE-SMART)
      Kemampuan berinteraksi dengan orang lain adalah unggulan dari kecerdasan ini. Pada umumnya, anak akan mengenali mood, perasaan, temperamen, dan motivasi serta kemampuan bekerja sama sebagai bagian dari kelompok. Selain itu, ia mudah beradaptasi dengan kelompok atau situasi baru. Untuk mengasah kecerdasan ini, anak bisa belajar berbaur dengan anak yang lebih tua, lebih muda, dari sebagai suku, bangsa, budaya, dan agama.


Berikut ini adalah kriteria potensi peserta didik (anak) yang bisa dijadikan panduan bagi guru atau pendidik dan orangtua dalam melihat bakat yang dapat dikembangkan.
POTENSI PESERTA DIDIK (ANAK)

(1) WORD SMART

1.      Senang membaca serta menikmati waktu selama di toko buku atau perpustakaan.

2.      Gemar berekspresi dengan menulis huruf dan angka.

3.      Suka mendengar secara lisan.

4.      Pandai bercerita dan gemar berbicara dengan nada yang berbeda-beda

5.      Mudah memahami berbagai kosakata

6.      Suka memelesetkan kata-kata lucu atau aneh

7.      Mudah mengingat kata-kata aneh dan menemukan keanehan bahasa dalam tulisan atau kata-kata orang lain.

8.      Suka menghibur orang lain dan dirinya sendiri dengan serangkaian kalimat.


(2) PICTURE SMART

1.      Tidak mengalami kesulitan dalam membaca peta.

2.      Lebih tertarik pada gambar atau foto daripada tulisan.

3.      Peka terhadap warna dan gambar serta tata letak.

4.      Suka menggambar, memfoto atau merekam objek tertentu dari berbagai sudut.

5.      Mampu membayangkan sebuah benda dilihat dari sisi lainnya

6.      Saat menjelaskan sesuatu sering dengan bantuan coretan gambarnya.

7.      Suka menyederhanakan sesuatu menjadi gambar.

8.      Imajinasi atau suka membayangkan sesuatu yang unik di pikirannya.


(3) MATH SMART

1.      Unggul dalam matematika dan fisika, serta mudah menghafal angka.

2.      Suka bertanya “kenapa” terhadap segala sesuatu.

3.      Rasa ingin tahu tinggi serta gemar menganalisis sesuatu.

4.      Suka berargumentasi karena menurutnya semua hal ada penyebabnya.

5.      Tertarik pada teknologi dan berbagai penemuan baru.

6.      Suka bercerita detektif serta film fiksi ilmiah

7.      Bertindak secara teratur dan berurutan.

8.      Senang bereksperimen atau survey terhadap sebuah objek.



(4) BODY SMART

1.      Ketika berbicara, banyak anggota tubuh yang bergerak.

2.      Suka berolahraga atau suka menari

3.      Bisa meniru perilaku atau gerak-gerik orang lain.

4.      Suka kegiatan luar rumah dan tidak betah duduk diam dalam waktu yang lama

5.      Menyukai kegiatan yang membutuhkan keterampilan tangan.

6.      Kurang suka membaca dan kurang tertarik apabila hanya mendengarkan.

7.      Memiliki kekuatan fisik dan stamina yang lebih tinggi dibandingkan dengan teman sebayanya

8.      Suka mencoba kegiatan yang menantang keberanian dan berbahaya.


(5) MUSIC SMART

1.      Tertarik pada sesuatu yang menghasilkan bunyi-bunyian.

2.      Apabila mendengar music, ada anggota tubuh yang mengikuti irama.

3.      Antusias untuk memainkan satu atau lebih jenis alat music.

4.      Mudah menghafal nada lagu yang brau didengar.

5.      Suka bekerja sambil bernyanyi atau bersanandung.

6.      Mudah mengenali berbagai jenis irama music.

7.      Suka bersenandung, bersiul, atau menyanyi dengan baik.

8.      Sering mengikuti perkembangan music terkini.


(6) PEOPLE SMART

1.      Mudah bergaul dan suka bertemu dengan teman-teman baru

2.      Suka bermain dalam kelompok.

3.      Tampak menonjol dan kadang-kadang memimpin teman-temannya

4.      Senang menolong orang dan teman-teman.

5.      Tidak betah berada di rumahatau di sebuah tempat sendirian.

6.      Dalam menghadapi masalah ia cenderung meminta pendapat orang dan banyak berbicara.

7.      Suka memotivasi teman-teman.


(7) SELF SMART

1.      Suka beraktivitas sendirian dan masa bodoh.

2.      Menyakini keputusannya sendiri meskipun teman-temannya banyak yang melawan

3.      Mengerti kemampuan dan kekurangannya.

4.      Lebih sering memikirkan masa depan dan rencana yang akan dilakukan.

5.      Tidak berlarut dalam mengalami kekecewaan.

6.      Sudah dianggap bijaksana untuk anak seusianya.

7.      Suka membaca dan mendengarkan kisah-kisah yang memotivasi.

8.      Bisa mengambil pelajaran dari peristiwa yang terjadi






(8) NATURE SMART

1.      Tertarik dan senang berinteraksi dengan tumbuhan atau hewan.

2.      Suka foto dan merekam flora dan fauna.

3.      Antusias meneonton acara televise tentang flora dan fauna.

4.      Suka mengamati dan menikmati alam terbuka.

5.      Menikmati liburan di taman safari

6.      Peduli terhadap lingkungan hidup.

7.      Senang memasak dan berkebun.

8.      Mudah mengingat detail sebuah lokasi di alam terbuka.



F. STRATEGI BELAJAR MENGAJAR DENGAN MULTIPLE    
     INTELLEGENCES

Strategi pembelajaran menurut Kemp (1995) adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Dick dan carey (1985) menyebutnya suatu set materi dan prosedur pembelajaran yang dipergunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar pada siswa. Sedangkan Gerlach dan Ely (1978) menyebutnya sebagai suatu pendekatan guru terhadap penggunaan informasi, mulai dari pemilihan sumber belajar sampai kepada menetapkan peranan siswa dalam pembelajaran.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan, bahwa strategi pembelajaran adalah suatu pendekatan dalam mengorganisasikan komponen-komponen pembelajaran yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan pembelajaran (hasil belajar).
Dalam pembelajaran di sekolah, strategi pembelajaran pada umumnya dirancang oleh guru sesuai dengan kebutuhan mata pelajaran yang dikelolanya. Sesungguhnya pendekatan ini sudah baik, bila dilakukan secara benar dan konsisten. Namun ada kalanya guru terjebak hanya pada upaya menghabiskan materi pelajaran semata, dan mereka lupa pada kompetensi atau tujuan yang sebenarnya. Menurut Conny Semiawan (2002), strategi pembelajaran yang hanya berupaya menghabiskan materi pelajaran kurang memberikan makna bagi siswa. Oleh karena itu pendekatan yang sudah saat ini perlu dikembangkan lebih lanjut, agar peristiwa pembelajaran mampu memberikan makna bagi siswa yang belajar. Hal ini dapat dilakukan dengan efektif, bila saja SDM (dalam hal ini guru, dosen, atau pengajar) mampu mengaitkan setiap materi yang diajarkan dengan kehidupan siswa sehari-hari. Piaeget (1977), dalam teori ekuilibrasinya sesungguhnya sudah menganjurkan agar dalam proses pembelajaran seharusnya ada pengalaman logis yang diberikan kepada siswa, sehingga siswa merasakan kegunaan materi yang dipelajarinya dan mendorong terjadinya perubahan yang terus menerus dalam belajar. Sedangkan menurut Gordon Dryden dan Jeanette Vos (2000), dalam bukunya The Learning Revolution, mengatakan bahwa ciri utama pembelajaran yang bermakna adalah di mana siswa dapat merasakan manfaat dari materi pelajaran yang dipelajarinya di sekolah dalam kehidupan sehari-hari. Hal yang senada juga dikemukakan oleh DePorter (1999), dalam bukunya Quantum Learning bahwa pembelajaran harus memberikan manfaat bagi siswa yang belajar. Untuk itu guru harus mampu menciptakan keterkaitan suatu topik dengan kehidupan siswa sehari-hari, serta merayakan setiap keberhasilan siswa sebagai kunci dalam strategi pembelajaran yang bermakna. Dengan kata lain apabila suatu strategi pembelajaran mampu memberikan makna bagi siswa mengenai apa yang dipelajarinya, sesungguhnya guru sudah melakukan pembelajaran yang berbasis kompetensi.
Kompetensi itu sendiri menurut McAshan (1981), yang dikutip oleh Mulyasa dalam bukunya Kurikulum Berbasis Kompetensi adalah pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan yang dikuasai  seseorang dan telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif , afektif, dan psikomotor dengan sebaik-baiknya. Finch dan Crunkilton (1979), menyebutnya sebagai penguasaan terhadap suatu tugas, ketrampilan, sikap dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan. Jadi strategi pembelajaran yang berupaya “mengaitkan setiap materi yang dipelajari oleh siswa dengan kehidupan sehari-hari atau bidang-bidang tertentu sehingga siswa dapat merasakan makna dari setiap materi pelajaran yang diterimanya dan mengimplemtasikan dalam berbagai aspek kehidupan”.

Strategi Pembelajaran Multiple Intelligences (MI)
Strategi pembelajaran MI pada hakikatnya adalah upaya mengoptimalkan kecerdasan majemuk yang dimiliki oleh setiap individu (siswa) untuk mencapai kompetensi tertentu yang dituntut oleh sebuah kurikulum.
Amstrong (2002) seorang pakar di bidang Multiple Intelligences mengatakan, bahwa dengan teori kecerdasan majemuk memungkinkan guru mengembangkan strategi pembelajaran inovatif yang relatif baru dalam dunia pendidikan. Meskipun demikian, ia menambahkan, bahwa tidak ada rangkaian strategi pembelajaran yang bekerja secara efektif untuk semua siswa. Setiap siswa memiliki kecenderungan tertentu pada kedelapan kecerdasan yang ada. Oleh karena itu suatu strategi mungkin akan efektif pada sekelompok siswa, tetapi akan gagal bila diterapkan pada kelompok lain. Dengan dasar ini sudah seharusnya guru memperhatikan jenis kecerdasan yang menonjol pada masing-masing siswa agar dapat menentukan strategi pembelajaran yang tepat untuk mengoptimalkan potensi yang ada diri siswa. Meskipun demikian tidak tertutup kemungkinan bahawa setiap strategi yang ada pada masing-masing kecerdasan dapat diimplemtasikan untuk semua mata pelajaran yang ada dalam kurikulum. Misalnya strategi pembelajaran Matematis-Logis dapat diimplematasikan bukan saja dalam mata pelajaran Matematika, tetapi juga dapat diimplementasikan dalam mata pelajaran lainnya seperti Bahasa, Fisika, atau mata pelajaran yang menuntut unsur logika di dalamnya.
Satu hal yang harus diingat adalah bahwa teori MI bukan saja merupakan konsep kecerdasan yang ada pada diri masing-masing individu, tetapi juga merupakan strategi pembelajaran yang ampuh untuk menjadikan siswa keluar sebagai juara pada jenis kecerdasan tertentu. Gardner (2003) mengatakan, sebab pada dasarnya setiap individu memiliki satu atau lebih kecerdasan yang menonjol dari delapan kecerdasan yang ada. Bukankah Einstein yang dikatakan cerdas juga mempunyai kelemahan pada jenis kecerdasan lainnya? Einstein adalah orang  yang sangat cerdas pada dua jenis kecerdasan yaitu Matematis-Logis dan Spasial. Sementara untuk jenis kecerdasan yang lain, ia tidak terlalu menonjol.
Strategi pembelajaran MI pada praktiknya adalah memacu kecerdasan yang menonjol pada diri siswa seoptimal mungkin, dan berupaya mempertahankan kecerdasan lainnya pada standar minimal yang ditentukan oleh lembaga atau sekolah. Dengan demikian penggunaan strategi pembelajaran MI tetap berada pada posisi yang selalu menguntungkan bagi siswa yang menggunakannya. Satu hal yang pasti, siswa akan keluar sebagai individu yang memiliki jati diri, yang potensial pada salah satu atau lebih dari delapan jenis kecerdasan yang dimilikinya.

G.PERBEDAAN MIR DAN TES IQ

Pengertian Multiple Intelligences Research (MIR)
Sebelum jauh membahas tentang Multiple Intelligences Research (MIR) terlebih dahulu akan diuraikan tentang konsep Multiple Intelligences (MI).
Multiple Intelligences adalah istilah atau teori dalam kajian tentang ilmu
kecerdasan yang memiliki arti “kecerdasan ganda” atau “kecerdasan majemuk”. MI adalah sebuah teori kecerdasan yang dimunculkan oleh Dr.Howard Garner, seorang psikolog dari Project Zero Harvard University pada 1983. Hal yang menarik pada teori kecerdasan ini adalah terdapat usaha untuk melakukan Redefenisi Kecerdasan. Sebelum muncul teori multiple
intelligences, teori kecerdsan lebih cenderung diartikan secara sempit. Kecerdasan seseorang lebih banyak ditentukan oleh kemampuannya menyelesaikan serangkaian tes psikologis, kemudian hasil tes diubah menjadi angka standar kecrdasan. Daniel Muijs dan David Reynoalds dalam bukunya yang bejudul Effective Teaching mengatakan bahwa gardner berhasil mendobrak dominasi teori dan tes IQ yang sejak 1905 banyak digunakan oleh
psikolog di seluruh dunia.
Multiple intelligences merupakan sebuah penilaian yang melihat secara
deskriptif bagaimana individu menggunakan kecerdasannya untuk memecahkan masalah dan menghasilkan sesuatu. Pendekatan ini merupakan
alat untuk melihat bagaimana pikiran manusia mengoperasikan dunia, baik itu benda-benda kongkret maupun hal-hal yang absrtak. Dalam buku Freme of Mind, gardner mengatakan bahwa ”intelligence is the ability to find and solve problems and create products of value in one’s own culture”. Menurut gardner; kecerdasan seseorang tiba-tiba tidak diukur dari hasil tes psikologis standar, namun dapat dilihat dari kebiasaan seseorang terhadap dua hal. Pertama, kebiasaan seseorang menyelesaikan masalahnya sendiri (problem solving). Kedua, kebiasaan seseorang menciptakan produk yang mempunyai nilai budaya (creatvity). Kecerdasan seseorang dapat dilihat dari banyak dimensi, tidak hanya kecerdasan verbal atau kecerdasan logika. Gardner dengan cerdas member label ”multiple” (jamak atau majemuk) pada luasnya makna kecerdasan.
PENGERTIAN (IQ)
Orang sering kali menyamakan arti inteligensi dengan IQ, padahal kedua istilah ini mempunyai perbedaan arti yang sangat mendasar. Menurut David Wechsler, inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional. Oleh karena itu, inteligensi tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu. sedangkan IQ atau singkatan dari Intelligence Quotient, adalah skor yang diperoleh dari sebuah alat tes kecerdasan. Dengan demikian, IQ hanya memberikan sedikit indikasi mengenai taraf kecerdasan seseorang dan tidak menggambarkan kecerdasan seseorang secara keseluruhan.
Intelligence Quotient atau yang biasa disebut dengan IQ merupakan istilah dari pengelompokan kecerdasan manusia yang pertama kali diperkenalkan oleh Alferd Binet, ahli psikologi dari Perancis pada awal abad ke-20. Kemudian Lewis Ternman dari Universitas Stanford berusaha membakukan test IQ yang dikembangkan oleh Binet dengan mengembangkan norma populasi, sehingga selanjutnya test IQ tersebut dikenal sebagai test Stanford-Binet. Pada masanya kecerdasan intelektual (IQ) merupakan kecerdasan tunggal dari setiap individu yang pada dasarnya hanya bertautan dengan aspek kognitif dari setiap masing-masing individu tersebut. Tes Stanford-Binet ini banyak digunakan untuk mengukur kecerdasan anak-anak sampai usia 13 tahun.
Inti kecerdasan intelektual ialah aktifitas otak. Otak adalah organ luar biasa dalam diri kita. Beratnya hanya sekitar 1,5 Kg atau kurang lebih 5 % dari total berat badan kita. Namun demikian, benda kecil ini mengkonsumsi lebih dari 30 persen seluruh cadangan kalori yang tersimpan di dalam tubuh. Otak memiliki 10 sampai 15 triliun sel saraf dan masing-masing sel saraf mempunyai ribuan sambungan. Otak satu-satunya organ yang terus berkembang sepanjang itu terus diaktifkan. Kapasitas memori otak yang sebanyak itu hanya digunakan sekitar 4-5 % dan untuk orang jenius memakainya 5-6 %. Sampai sekarang para ilmuan belum memahami penggunaan sisa memori sekitar 94 %.
Tingkat kecerdasan seorang anak yang ditentukan secara metodik oleh IQ (Intellegentia Quotient) memegang peranan penting untuk suksesnya anak dalam belajar. Menurut penyelidikan, IQ atau daya tangkap seseorang mulai dapat ditentukan sekitar umur 3 tahun. Daya tangkap sangat dipengaruhi oleh garis keturunan (genetic) yang dibawanya dari keluarga ayah dan ibu di samping faktor gizi makanan yang cukup.
IQ atau daya tangkap ini dianggap takkan berubah sampai seseorang dewasa, kecuali bila ada sebab kemunduran fungsi otak seperti penuaan dan kecelakaan. IQ yang tinggi memudahkan seorang murid belajar dan memahami berbagai ilmu. Daya tangkap yang kurang merupakan penyebab kesulitan belajar pada seorang murid, disamping faktor lain, seperti gangguan fisik (demam, lemah, sakit-sakitan) dan gangguan emosional. Awal untuk melihat IQ seorang anak adalah pada saat ia mulai berkata-kata. Ada hubungan langsung antara kemampuan bahasa si anak dengan IQ-nya. Apabila seorang anak dengan IQ tinggi masuk sekolah, penguasaan bahasanya akan cepat dan banyak.
Rumus kecerdasan umum, atau IQ yang ditetapkan oleh para ilmuwan adalah :
Usia Mental Anak
x 100 = IQ
Usia Sesungguhnya
Contoh : Misalnya anak pada usia 3 tahun telah punya kecerdasan anak-anak yang rata-rata baru bisa berbicara seperti itu pada usia 4 tahun. Inilah yang disebut dengan Usia Mental. Berarti IQ si anak adalah 4/3 x 100 = 133.
Interpretasi atau penafsiran dari IQ adalah sebagai berikut :
TINGKAT KECERDASAN
IQ
Genius
Di atas 140
Sangat Super
120 - 140
Super
110 - 120
Normal
90 -110
Bodoh
80 - 90
Perbatasan
70 - 80
Moron / Dungu
50 - 70
Imbecile
25-50
Idiot
0 - 25








BAB III
PENUTUP


A. KESIMPULAN

            Kecerdasan sebagai kemampuan untuk memproses informasi sehingga masalah-masalah yang kita hadapi dapat dipecahkan (problem solved) dan dengan demikian pengetahuan pun bertambah. Jadi mudah dipahami bahwa kecerdasan adalah pemandu bagi kita untuk mencapai sasaran-sasaran kita secara efektif dan efisien. Kecerdasan merupakan suatu kemampuan untuk memahami informasi yang membentuk pengetahuan dan kesadaran. Tingkat kecerdasan (Intelegensi) ditentukan oleh bakat bawaan berdasarkan gen yang diturunkan dari orang tuanya. Secara umum intelegensi dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.      Kemampuan untuk berpikir abstrak.
2.      Kemampuan untuk menangkap hubungan-hubungan dan untuk belajar
3.      Kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap situasi-situasi baru.

            Ciri-ciri keberbakatan seseorang adalah, kemampuan di atas rata-rata, kreativitas, pengikatan diri. Anak berbakat adalah mereka yang karena memiliki kemampuan yang unggul dan mampu memberikan prestasi yang tinggi. Bakat-bakat tersebut baik sebagai potensi maupun yang sudah terwujud meliputi :kemampuan intelektual umum, kemampuan berpikir kreatif-produktif, kemampuan dalam salah satu bidang seni, kemampuan psikomotor, kemampuan psikososial. Mengembangkan kecerdasan majemuk anak merupakan kunci utama untuk kesuksesan masa depan anak. Peran orang tua dalam memberikan latihan-latihan dan lingkungan yang mendukung jauh lebih penting dalam menentukan perkembangan kecerdasan seorang anak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar